INTERELASI ISLAM DAN JAWA DALAM BIDANG ARSITEKTUR ( MASJID )
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sri Suhandjati Sukri, M.Hum
Disusun Oleh :
Lailin Najihah (1404026010)
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Islam masuk di tanah jawa bertujuan untuk menyebarkan khasanah yang
baik dengan tanpa sedikitpun menghapus kebudayaan masyarakat Jawa, karena itu
salah satu metode para ulama’ dahulu dalam menyebarkan agama Islam di Jawa ini.[1] Sejak Islam masuk di Jawa, ,
Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di
masyarakat. Tentu saja nilai-nilai dari Hindu-Budha pun sebelumnya telah
mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme sebagai nilai yang telah ada.
Islam Jawa sering dipandang sebagai Islam sinkretik atau Islam nominal, yang
konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya atau “kurang
Islam”, bahkan “tidak Islam”[2]
pendapat ini dibuktikan dari pendapat beberapa ilmuan seperti Robert F.Hefner,[3]
C.C. Berg,[4]
dan Geertz.[5]
Percampuran nilai tersebut yang di kemudian hari disebut sebagai nilai-nilai
Kebudayaan Jawa. Maka ketika Islam datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai
lama tersebut, oleh masyarakat juga sering disebut sebagai nilai-nilai Kebudayaan
Jawa.
Sementara itu, Mark R. Woodward (1985) mengatakan bahwa
Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu
sendiri.[6]
Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks suci dan
situasi historis umat islam. Semua tradisi dalam Islam bagaimanapun juga
merupakan interpretasi teks dalam lingkup sosio historis tertentu, dan ini
dipandangnya sebagai legitimasi bahwa budaya jawa yang terbukti merupakan
produk dari proses ini sah disebut Islam.[7] Sehingga
kita bisa melihat kehadiran arsitektur yang memadukan nilai islam (Timur
Tengah) dengan karakteristik lokal (Jawa) yang sudah berkembang. Menurut
Jauharotul Huda[8]
pemikiran Mark R. Woodward di atas mengindikasikan sebagai salah satu produk
budaya arsitektur di Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam
kehidupan orang Jawa yang menyejarah. Dan ini merupakan bentuk kreativitas
Islam Jawa dalam mengaktualisasi teks.
Pertimbangan memadukan unsur-unsur budaya lama dengan
budaya baru dalam arsitektur Islam menunjukkan adanya akulturasi dalam proses
perwujudan arsitektur Islam, khususnya di Jawa. Apalagi, dalam sejarahnya, pada
awal perkembangan agama Islam di Jawa, penyebaran Islam dilakukan dengan proses
selektif tanpa kekerasan sehingga sebagian nilai-nilai lama masih tetap
diterima untuk dikembangkan.[9]
Ajaran Islam yang masuk tanpa kekerasan dan bersifat terbuka terhadap
unsur-unsur kebudayaan lama yang telah ada memengaruhi wujud dalam arsitektur
Islam, khususnya arsitektur masjid. Karena itulah, bangunan-bangunan masjid
yang ada dipengaruhi oleh factor sejarah, latar belakang kebudayaan daerah
lingkungan, serta adat istiadat masyarakat setempat. Oleh karena itu, penting pula memahami interpelasi Islam Jawa pada
bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan
perkembangan budaya suatu daerah.[10] Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah ini saya akan
membahas tentang interelasi Islam dan Jawa dalam bidang arsitektur, khususnya
masjid.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.
Apa
pengertian arsitektur Islam?
2.
Bagaimana
sejarah arsitektur Islam?
3.
Bagaimana
pola interelasi arsitektur Islam dan Jawa dalam bidang masjid?
C.
TUJUAN
MASALAH
Adapun tujuan dari rumusan masalah dalam
makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui pengertian arsitektur Islam
2.
Untuk
mengetahui sejarah arsitektur Islam
3.
Untuk
mengetahui pola interelasi arsitektur Islam dan Jawa dalam bidang masjid
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
ARSITEKTUR ISLAM
Kata Arsitektur berasal dari bahasa
Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku kata,
yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik. Dan tektoo yang
bermakna bediri stabil, dan kokoh. Secara singkat, arsitektur adalah
pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang mengartikan,
arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai dan menegakkan
bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang cenderung menarik
rebah ke tanah.
Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang
berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an
dan Al-Hadist. Dalam kategori ini arsitektur Islam yang dimaksud terkait dan
terikat dengan suatu zaman atau periode tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat
dikatakan arsitektur Islam adalah abadi dan borderless atau tidak
terbatas pada daerah tertentu bagi kaum tertentu. Secara singkatnya, Arsitektur
Islam adalah Ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan, struktur lain
yang fungsional, dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.[11]
Arsitektur Islam sebagai cerminan
budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada
periode waktu dan tempat yang tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur
budaya Islam jawa). Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam
adalah masjid sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan
masjid sebagai tempat pelaksanaannya. Kemudian muncul bangunan-bangunan
lain di luar masjid yang juga masih merupakan rangkaian ungkapan kehidupan
Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan manusia, yaitu istana- istana,
bangunan benteng pertahanan, dan makam- makam.
B. SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM
Asal mula pertumbuhan arsitektur Islam terjadi pada masa
Nabi Muhammad dan khulafaur rasyidin. Dalam sejarah peradaban agama Islam, masjid
di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan di bangunnya
masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama.[12]
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh
Rasulullah pada tahun 1 hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km
disebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al-qur’an disebutkan bahwa masjid Quba
adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa.[13]
Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana
sekali. Meskipun sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh
bentuk dari pada masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan
yang sangat bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian
masjid. Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding
disekelilingnya.
Masjid Quba ini merupakan karya spontan dari masyarakat
muslim di Madinah pada waktu itu. Bahkan masjid Quba disebut oleh para ahli
sebagai masjid Arab asli. Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu
terdapat 3 pintu utama dan 16 pintu. 3 pintu berdaun pintu besar dan ini
menjadi tempat masuk para jama’ah ke dalam masjid. Dan 2 pintu diperuntukkan
untuk masuk para jama’ah laki-laki sedangkan 1 pintu lainnya sebagai pintu
masuk jama’ah perempuan. Diseberang ruang utama masjid, terdapat ruangan yang
dijadikan tempat belajar mengajar.
Namun kiranya , arti lebih luas adlaah bahwa masjid Quba
telah menampilkan dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna
dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid, yakni
adanya tempat lapang untuk tempat terkumpul umat melaksanakan ibadah.
Diberbagai tempat dimana Islam tumbuh , masjid telah
menjadi bangunan yang penting dalam syiar Islam. Masjid dijadikannya sarana
penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua
unsur dasar kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam
yang terpatri oleh ajaran Islam dan kebudayaan lama yang telah dimiliki oleh
masyarakat setempat. Disini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan
antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian
memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran
dan peradabannya. Oleh karena itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika
dilihat dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khasanah arsitktur Islam,
pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bernuansa lokal secara psikologis telah mendekatkan
masyarakat setempat pada Islam.
C. POLA INTERELASI ARSITEKTUR ISLAM DAN JAWA DALAM MASJID
Sebelum Islam masuk di Jawa,
masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni
arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai asli Jawa maupun yang sudah
dipengaruhi oleh Hindu-Budha.
Oleh karena itu, ketika Islam masuk
dijawa keberadaan arsitektur Jawa telah berkembang dalam konsep filosofi jawa
tidak dapat dipandang sebelah mata oleh Islam. Jadi agar Islam dapat diterima
dengan baik di jawa maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan
konsep jawa. Dengan kata lain, terjadi asimilasi antara kebudayaan Islam dan
Jawa, sehingga membentuk budaya tersendiri yang berbeda sebagai perpaduan
antara keduanya yang tidak dapat dipisahkan lagi, salah satunya dari segi
arsitektur. Dan hal ini juga merupakan keunggulan muslim Jawa dalam karya
arsitektur.
v MASJID
Interelasi Islam dalam arsitektur
jawa sebenarnya sudah terjadi sejak awal Islam masuk jawa. Mengingat Islam
dijawa adalah dilakukan melalui karya arsitektur, diantaranya adalah bangunan
masjid.[14]
Telah dibahas diawal bahwa desain
arsitektur masjid pada awalnya adalah sebagiaman yang dibuat oleh Nabi
Muhammad, yakni msjid Quba. Denahnya merupakan segi empat dengan hanya dinding
sebgai pembatas skelilingnya lalu dibuat mihrab (bagian yang agak menjorok,
biasanya digunakan Nabi untuk berdakwah ) lalu dibuat serambi yang langsung
bersambung dengan lapangan terbuka.
Perencananan ( arsitektur) masjid
ketika itu terdiri dari urutan sebagai berikut : pertama-tama dibutuhkan sebuah
tempat, kemudian temat itu dibuat menyerupai ruang agar orang yang melakukan
shalat terhindar dari berbagai gangguan alamiah.
Selanjutnya saat Islam masuk di
jawa, seni arsitektur masjid ikut menyesuaikan dengan seni arsitektur yang
sudah ada di jawa. Baik yang masih asli jawa maupun yang sudah
terpengaruh budaya Hindhu-Budha. Akhirnya terbentuklah seni arsitektur masjid
baru yang merupakan hasil asimilasi nilai Islam dan Jawa.
Berikut adalah contoh interelasi antara Islam dan Jawa
dalam arsitektur masjid :
a.
Adanya menara
yang mirip dengan meru pada bangunan Hindu
Kata menara dari perkataan manara yang berasal dari bahas
Arab yang berarti api atau nur yang berarti cahaya. Awalan kata ma menunujukkan
tempat. Jadi menara berarti tempat menaruh api atau cahaya diatas. Akan tetapi,
kemudian memiliki manfaat yang lain, yakni untuk mengumandangkan adzan guna
menyeru orang melakukan shalat.
Menara yang bercorak Hindu terdapat pada masjid kudus
(Masjid Al-Aqsa) yang dibangun oleh sunan kudus. Bentuk bangunan menara masjid
kudus yang demikian dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat Hindu pada
waktu itu untuk memeluk agama Islam. Kecuali, menurut folklore, bangunan
tersebut menunujukkan keyakinan akan adigdayaan sunan kudus sebagai penyebar
Islam dimana bangunan yang dibuata sunan kudus dalam waktu semalam dan terbuat
dari sebuah batu merah yang terbungkus dalam paru tangan berasal dari Makkah.[15]
Banguanan menara berketinggian 18 meter dan berukuran
sekitar 100 m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem, bentuk, dan elemen bangunan
Jawa-Hindu. Hal ini bisa dlihat dari kaki dan badan menara yang dibangun dan
diukir dngan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat
pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun
konon dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar
yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada
bangunan candi.
b.
Adanya lawang kembar, pintu gapura
dan pagar bercorak Hindu
Di Masjid kudus juga terdapat lawang
kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang
mengelilingi halaman masjid yang kesemuanya bercorak bangunan Hindu dalam
bentuk susunan bata merah tanpa perekat yang mengingatkan pada bentuk bangunan
kori pada kedhaton dikomplek kerajaan Hindu.
c.
Penggunaan bentuk atas bertingkat
atau tumpang dan pondasi persegi
Bentuk bangunan masjid dengan model
atas tingakta tiga diterjemahkan sebagai lambang keislamaan seseorang yang
ditopang oleh tiga aspek, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Adapaun Nurcholis Majid
menafsirkannya sebagai lambang tiga jenjang penghayatan keagamaaan manusia
yaitu, tingkat dasar (purwa), menengah (madya), dan akhir yang maju dan tinggi
(wusana), yang sejajar dengan jenjang vertikal Islam, Iman, dan Ihsan. Selain
itu dianggap pula sejajar dengan syari’at, thariqat, an ma’rifat.[16]
Selain pondsi yang berbentuk
persegi, soko gurunya (tiyang peyangga) pun membentuk sebuah persegi. Delapan soko
guru serambi masjid agung berasal dari Kerajaan Majapahit. Tiang ini adalah
benda purbakala hadiah dari Prabu Bawijaya V Raden Kertabumi yang diberikan
kepada Raden Fattah ketika menjadi adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintaro
Demak 1475 M.
Dimasjid Agung Demak juga terdapat
soko tatal yang merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang
bersusun tiga yang berjumlah 4. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan
pada empat penjuru mata angin. Yang berada dibarat laut didirikan Sunan Bonang,
di barat daya oleh Sunan Gunung Jati, dibagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan
ditimur laut karya Sunan Kalijaga. Selain itu, pada seni arsitektur masjid di
Jawa terdapat pula mimbar dengan ukiran teratai, mastaka atau menolo serta
adanya mihrab dengan bentuk lengkung pola kalamakara.
d.
Adanya pawastren
Pawastren adalah tempat shalat yang
dikhususkan bagi para wanita. Biasanya ditempatkan dibagian selatan jendela dan
pintu. Namun, ada juga pawastren yang letaknya disebelah utara, sebagaimana
terdapat pada masjid kudus kulon. Bahkan masjid mantingan malah tidak ada
pawestrennya.
e.
Adanya bedug dan kentongan
Biasanya masjid di jawa dilengkapi
dengan bedug dan kentongan sebagai petanda masuknya waktu shalat yang pada
masanya dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Sunan
Kudus juga punya kebiasaan unik terkait dengan bedug ini, yakni kegiatan
menunggu datangnya bulan ramadhan. Untuk mengundang para jama’ah datang ke
masjid, sunan kudus menabh bedug berulang-ulang. Setelah jama’ah berkumpul
dimasjid, sunan kudus mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa.
Dalam dakwah sunan kalijaga, bedug
diambil dari suar dheg..dheg..dheg.. identik dengan kata sedheng. Maksud dari
kata itu adalah masjid masih cukup atau muat untuk berjama’ah. Kentongan yang
bunyinya thong..thong..thong.. identik dengan kothong yang maksudnya masjidnya
masih kosong.
Sebenaranya bedug dan kentongan
merupakan akulturasi budaya Arab dan Hindu. Bedug merupakan tanda akan mulainya
suatu kegiatan yang erat kaitannya dengan peribadatan. Dalam bahasa Arab, kata
bedug berasal dari kata Bada’a yang artinya mulai. Kentongan merupakan tanda
mengumpulkan orang-orang yang tinggalnya jauh dari penguasa. Biasanya bagi masyarakat
Hindu, kentongan dibuat tempat menara supaya menjangkau pendengaran orang yang
jauh. Sampai sekarang kentongan juga masih berlaku dimasyarakat Hindu yang
diberi nama kul-kul.[17]
Pada abad modern yang mengagumkan
dari arsitektur Islam di Indonesia adalah berdirinya Masjid Istiqlal (dibangun
sejak tahun 1961 dan diresmikan pada tahun 1978) yang bukan saja merupakan
masjid terbesar di Asia belahan timur, tapi juga masjid dengan kubah terbesar
di dunia serta menara yang menjulang amat tinggi, juga dengan bedug yang
ukurannya besar.
v
GAMBAR-GAMBAR MASJID
Menara Kudus Atap tumpang Masjid
Agung Demak
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kata Arsitektur berasal
dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari
dua suku kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik. Dan tektoo yang bermakna bediri stabil,
dan kokoh. Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang
berangkat dari konsep pemikiran Islam.
Dalam sejarah peradaban agama Islam, masjid di anggap
sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan di bangunnya masjid
Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama. Sebelum Islam masuk di Jawa,
masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni
arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai asli Jawa maupun yang sudah
dipengaruhi oleh Hindu-Budha. Salah satu contoh interelasi antara Islam dan
Jawa dalam arsitektur masjid adalah adanya menara
yang mirip dengan meru pada bangunan Hindu dan sebagainya.
B.
KRITIK DAN SARAN
Saran dan kritik yang membangun sangat
dibutuhkan oleh penulis dalam memperbaiki makalah ini, karena penulis tahu
bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan dan
kekurangan dan jauh sekali dari kata sempurna. Wallahu ‘alam bissawab.
DAFTAR PUSTAKA
Al-qur’anul Karim.
Amin, Darrori. 2002. Islam dan
Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media
Azra, Azymardi. 1997. Ensiklopedi Islam, Jakarta:
Ichtiar baru.
C.C.Breg, 1955. The Islamization of java, dalam Studi Islamica IV.
Greetz, Cliffrod. 1960. The Religion of java. London : The Free Press
of Glancoe.
Henifer, Robet W. 1985. Hindu Javanes : Tengger Tradition dan Islam. Princeton : Princeton Press.
http://makalah ibnu.blogspot.com 09-05-2015.
09.40
http://pemikiranmoderat.blogspot.com/2011/04/interelasi-arsitektur-islam-ditanah.html
09-05-2015. 10.00
Jamil Abdul dkk. 2002. Islam dan
kebudayaan jawa, Yogyakarta : Gama media.
Kelas TM-6. 2012. Islam dan Kebudayaan Jawa, Semarang :
Fakta IAIN Walisongo.
Prasetyo, Hendro. 1994. Mengislamkan Orang jawa : Antropologi Baru Islam
Indonesia, dalam jurnal ISLAMIKA No.3.
Sutrisno, Budiono Hadi. 2009. Sejarah
Walisongo. yogyakarta : Graha Pustaka.
Woodward, Mark R. 1985. The shar’I and the sacred doctrine : Muslim Law and Mystical Doctrine
in Central Java. UMI, An Arbor.
[1]http://pemikiranmoderat.blogspot.com/2011/04/interelasi-arsitektur-islam-ditanah.html
[2]
Hendro Prasetyo, “Mengislamkan” Orang jawa : Antropologi Baru Islam Indonesia,
dalam jurnal ISLAMIKA No.3 Januari-Maret 1994.
[3] Lihat
dalam Robet W. Henifer, Hindu Javanes : Tengger Tradition dan Islam, Princeton
Press, Princeton 1985.
[4]
Lihat C.C.Breg, The Islamization of java, dalam Studi Islamica IV, 1955, hlm
111.
[5]
Lihat Cliffrod Greetz, The Religion of java. The Free Press of Glancoe, London,
1960.
[6] Mark
R. Woodward, the shar’I and the sacred doctrine : Muslim Law and Mystical Doctrine
in Central Java. UMI, An Arbor, 1985.
[7] Darori
Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media, 2002, hlm.186
[8]
Ibid hlm 185
[9]
Kelas TM-6, Islam dan Kebudayaan Jawa, Semarang : Fakta IAIN Walisongo, 2012,
hlm 152
[10] waromuhammad.blogspot.com...internalisasi-islam-dalam-arsitektur.html
[11]
Azymardi Azra dkk, Ensiklopedi Islam,
Jakarta : Ichtiar baru, 1997, hlm 166.
[12]
Abdul jamil dkk, Islam dan kebudayaan jawa, Yogyakarta : gama media, 2002,
hlm.186
[13]
Al-qur’an surat At-taubah :108.
[14]
Opcit, Darori Amin hlm 189
[15]
Opcit , M.Darori Amin, hlm 189
[16] Ibid hlm 190.
[17] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo,
yogyakarta : Graha Pustaka, cet vll, 2009, hlm 120
Tidak ada komentar:
Posting Komentar