Kamis, 21 Mei 2015

XENOPHANES

XENOPHANES
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Filsafat Umum
Dosen Pengampu  : Dr. H. M. Darori Amin, M.A



Disusun Oleh :
Lailin Najihah                      (1404026010)


FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2015


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Yunani adalah pencetus pertama kali teori dan konsep ilmu filsafat, baik tentang keberadaan Tuhan, jagat raya, maupun manusia sendiri. Secara global ajaran dan metode yang mereka gunakan adalah bentuk keinginan untuk memahami materi dengan dasar pikiran dan ide. Sebab, kalau menelaah sejarah perkembangannya dari masa Yunani (baik kuno maupun klasik) timbulnya filsafat itu karena ketidakpuasan menerima doktrinisasi mitos dan pemujaan kepada Dewa, sehingga mereka benar-benar ingin mengadakan pencarian Tuhan sebenarnya.[1]
Namun, karena logika dan imajinasi seseorang itu tidak mungkin untuk mencapai kebenaran secara utuh tanpa dibarengi dengan wahyu, sangat wajar apabila pemikiran para filusuf itu tidak akan pernah menemukan ujung dan rumusan suatu masalah, sehingga tidak mustahil apabila di antara para filusufi itu ada yang terlalu bebas mengklaim ada dan tidaknya pencipta alam semesta ini.
Xenophanes misalnya, filusuf yang masuk dalam kategori abad permulaan dari perkembangan filsafat Yunani ini agaknya lebih cenderung memaknai dan memahami Tuhan dengan yang ada dalam logikanya, sehingga dia tidak menerima dogma sifat Tuhan dengan apa yang telah diyakini pendahulunya semisal Thales yang lebih mengagungkan Tuhan dengan menyebut-Nya sebagai pencipta kebijaksanaan dan kearifan. Oleh karena itu, melalui makalah ini pemakalah akan mencoba membahas seputar Xenophanes dan pemikirannya.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana riwayat hidup Xenophanes?
2.      Bagaimana pemikiran Xenophanes?


C.     TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui riwayat hidup Xenophanes
2.      Untuk mengetahui pemikiran Xenophanes






  



BAB II
PEMBAHASAN
A.    RIWAYAT HIDUP XENOPHANES


Masa hidup Xenophanes disebut orang dari tahun 570-480 SM. Ia lahir di Xolophon, Asia Kecil dan termasuk warga Ephesus kelas bangsawan dan bertempat tinggal di Lonia. Ia adalah seorang filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Elea. Menurut tradisi filsafat Yunani, ia adalah pendiri Mazhab Elea dan guru dari Parmenides. Selain sebagai filsuf, ia terkenal sebagai seorang penyair. Pemikiran-pemikiran filsafatnya disampaikan melalui puisi-puisi.
Xenophanes lebih tepat dikatakan sebagai penyair dari pada ahli pikir (filosof), bahkan Bertents meragukan kedudukan Xenophanes sebagai filsuf karena ia lebih menonjol sebagai penyair.[2] Hanya karena ia mempunyai daya nalar yang kritis dan mempelajari pemikiran-pemikiran filsafat pada saat itu. Namanya menjadi terkenal karena untuk pertama kali melontarkan anggapan bahwa adanya konflik antara pemikiran filsafat (rasio) dengan pemikiran mitos. Pendapatnya yang termuat dalam kritik terhadap Homerus dan Herodotus, ia membantah adanya antropomorfisme Tuhan-Tuhan, yaitu Tuhan digambarkan sebagai (seakan-akan) manusia. Karena manusia selalu mempunyai kecendrungan berpikir maka Tuhan pun seperti manusia yang bersuara, berpakaian, dan lain-lainnya.
Dikatakan di dalam salah satu fragmen puisinya sendiri bahwa ia meninggalkan kota asalnya pada usia 25 tahun. Ia meninggalkan kota tersebut setelah Kolophon direbut bangsa Persia pada tahun 545 SM. Kemudian dikatakannya pula bahwa ketika ia menulis puisi tersebut, ia telah berusia 67 tahun. Dengan demikian ia lahir sekitar tahun 570 SM. Diketahui Xenophanes berusia 100 tahun. Karena itu tahun kematiannya diperkirakan sekitar tahun 480 SM. Setelah meninggalkan kota kolophon, ia melakukan perjalanan ke banyak tempat. Ada beberapa sumber kuno menyebutkan ia pernah menetap di kota Messina dan Katania dipulau Sisilia. Selain itu, ia juga pernah singgah diMalta, Pharos dan Syrakusa. Akhirnya ia tiba di Elea, italia selatan, dan menetap disana. Diketahui bahwa Xenophanes mengarang suatu syair ketika kota Elea didirikan pada tahun 540 SM.
 Xenophanes termasuk agamawan yang saleh dan taat beragama. Pandangannya mengenai Tuhan tentu tidak banyak, tapi hanya satu. Menurutnya, segala sesuatu yang ada di alam semesta ini berasal dari Tuhan yang Maha Esa yang memelihara alam semesta. Dalam khazanah pemikiran filsafat ia kurang banyak meninggalkan buah karya dalam bentuk tulisan maupun buku. Sebab, ia lebih banyak menyampaikan pemikiran – pemikirannya melalui lisan. Maka dari itu banyak yang menyayangkan pemikirannya tidak bisa di lacak. Meskipun dia tidak meninggalkan banyak karya tetapi pengaruh dan konstribusi filsuf ini tidak bisa di pandang sebelah mata. Sebab, patuh dan pengaruh pemikirannya saat itu mampu menyita perhatian murid–muridnya.
Jadi, dalam penyebutan sejarah perkembangan filusuf Yunani kuno, Xenophanes tidak termasuk filusuf yang memberikan doktrin filsafat baru, tapi dia hanya menjelaskan dan mempertajam pemikiran tentang filsafat pendahulunya. Dia lebih senang mengungkapkan misteri mistik (yang sudah menjadi mitos) dan dongeng-dongeng yang menggejala di abad Yunani kuno ini.
Pada dasarnya, timbulnya pemikiran Xenophanes adalah karena ketidak setujuan batinnya terhadap konsep dan ajaran orang-orang Yunani kala itu untuk mencari-cari dengan akalnya dari mana asal alam semesta yang menakjubkan itu. Mite-mite tentang pelangi atau bianglala adalah tempat para bidadari turun dari surga, mite ini disanggah oleh Xenophanes bahwa pelangi adalah awan belaka dan tidak ada hubungannya dengan bidadari surga.

B. PEMIKIRAN XENOPHANES
a.     Tentang Pengetahuan
Xenophanes menyatakan bahwa manusia tidak dapat mendapatkan pengetahuan yang mutlak. Akan tetapi, di saat yang sama, manusia harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan.[3] Hal itu ditunjukkannya melalui dua fragmen berikut:
1.  Dewa-dewi tidak menyatakan segala sesuatu kepada manusia sejak awalnya, tetapi setelah waktu berlalu, manusia menemukan banyak hal dengan cara mencarinya sendiri.
2. Tidak ada manusia yang pernah melihat ataupun mengetahui kebenaran tentang dewa-dewi serta semua hal yang kukatakan. Karena jika ada orang yang berkata mengetahui semuanya, maka sebenarnya ia tidaklah tahu, melainkan hanya mempercayai tentang segala sesuatu.

b.    Tentang "Satu yang Meliputi Semua"
Xenophanes menentang cara pandang orang Yunani pada waktu itu terhadap dewa-dewi. Ia memberikan kritik terutama kepada Herodotos dan Hesiodos yang memberikan pengaruh besar terhadap masyarakat Yunani. Menurut kedua penyair itu, dewa-dewi melakukan berbagai perbuatan yang memalukan, seperti pencurian, zinah, dan penipuan satu sama lain. Di sini, Xenophanes membantah antropomorfisme dewa-dewi, maksudnya penggambaran dewa-dewi dalam rupa manusia. Menurut Xenophanes, manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka. Misalnya saja, dewa-dewi dilahirkan sebab manusia juga dilahirkan, dan bahwa dewa-dewi memakai pakaian, suara, dan rupa seperti manusia.
Menurut Xenophanes, "yang Satu meliputi Semua" ini tidak dilahirkan dan tidak memiliki akhir, artinya bersifat kekal. Hal ini berbeda dengan konsep dewa-dewi yang dilahirkan dan dapat mati. Ia tidak menyerupai makhluk duniawi mana pun, baik manusia ataupun binatang. Ia juga tidak memiliki organ seperti manusia, namun mampu melihat, berpikir, dan mendengar. Ia juga senantiasa menetap di tempat yang sama namun menguasai segala sesuatu dengan pikirannya saja.
Xenophanes berpendapat bahwa matahari berjalan terus dengan gerak lurus, dan setiap pagi terbitlah matahari baru. Gerhana disebabkan matahari jatuh ke dalam lubang. Segala sesuatu dipandang berasal dari bumi, dan bumi pula yang menjadi tujuan akhir segala sesuatu. Manusia berasal dari bumi dan air. Sedangkan laut adalah sumber dari segala air dan juga angin. Samudra yang luas menghasilkan awan-awan, angin, dan juga sungai-sungai. Pelangi dipandang sebagai awan yang berwarna-warni.






BAB III
A.    KESIMPULAN
Masa hidup Xenophanes disebut orang dari tahun 570-480 SM. Ia lahir di Xolophon, Asia Kecil dan termasuk warga Ephesus kelas bangsawan dan bertempat tinggal di Lonia. Ia adalah seorang filsuf yang termasuk ke dalam Mazhab Elea. Menurut tradisi filsafat Yunani, ia adalah pendiri Mazhab Elea dan guru dari Parmenides. Xenophanes lebih tepat dikatakan sebagai penyair dari pada ahli pikir (filosof), bahkan Bertents meragukan kedudukan Xenophanes sebagai filsuf karena ia lebih menonjol sebagai penyair. Waktu ia berumur 25 tahun, ia meninggalkannya kota tempat tumpah darahnya, yang telah dirampas oleh Persia. Ia pergi mengembara ke mana-mana dan akhirnya sampai ke Elea.
Dalam pemikirannya Ia menyatakan bahwa manusia tidak dapat mendapatkan pengetahuan yang mutlak. Akan tetapi, di saat yang sama, manusia harus mencari pengetahuan tersebut walaupun hanya berupa suatu kemungkinan. Ia juga menbantah adanya antropomorfisme maksudnya manusia selalu menaruh sifat-sifat manusia kepada dewa-dewi sesuai kehendak mereka.
B.     SARAN DAN KRITIK
Saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis dalam memperbaiki makalah ini, karena penulis tahu bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Wallahu ‘alam bissawab.









DAFTAR PUSTAKA
Bertens, Kees. 1975. Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta : Kanisius.
Hatta, Mohammad. 1996. Alam Pikiran Yunani. Jakarta : Tintamas.
http://fuqohak.blogspot.com/2010/01/mengungkap-fenomena-film-2012-dalam.html. M. A. Zuhurul Fuqohak. Filsafat Xenophanes, Pemikiran Xenophanes dan Analisis Filsafatnya. 25-03-2015. 08:30.
http://sttg.unimus.web.id/_b.php?_b=info&id=52418. Xenophanes. 10-04-2015. 08:35.
Kusumohamidjojo, Budiono. 2013. Filsafat Yunani Klasik Relevansi untuk Abad XXI. Yogyakarta : Jalasutra.








[2] Kees bertents, sejarah filsafat yunani, op.cit. hal 39.
[3] http://wikipedia.org/wiki/xenophanes.

INTERELASI ISLAM DAN JAWA DALAM BIDANG ARSITEKTUR MASJID

INTERELASI ISLAM DAN JAWA DALAM BIDANG ARSITEKTUR ( MASJID )
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Islam dan Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Sri Suhandjati Sukri, M.Hum



Disusun Oleh :
Lailin Najihah (1404026010)

FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
2015


 BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Islam masuk di tanah jawa bertujuan untuk menyebarkan khasanah yang baik dengan tanpa sedikitpun menghapus kebudayaan masyarakat Jawa, karena itu salah satu metode para ulama’ dahulu dalam menyebarkan agama Islam di Jawa ini.[1] Sejak Islam masuk di Jawa, , Islam bertemu dengan nilai-nilai Hindu-Budha yang sudah mengakar kuat di masyarakat. Tentu saja nilai-nilai dari Hindu-Budha pun sebelumnya telah mengakomodasi nilai religi animisme dan dinamisme sebagai nilai yang telah ada. Islam Jawa sering dipandang sebagai Islam sinkretik atau Islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya atau “kurang Islam”, bahkan “tidak Islam”[2] pendapat ini dibuktikan dari pendapat beberapa ilmuan seperti Robert F.Hefner,[3] C.C. Berg,[4] dan Geertz.[5] Percampuran nilai tersebut yang di kemudian hari disebut sebagai nilai-nilai Kebudayaan Jawa. Maka ketika Islam datang dan berinteraksi dengan nilai-nilai lama tersebut, oleh masyarakat juga sering disebut sebagai nilai-nilai Kebudayaan Jawa.

Sementara itu, Mark R. Woodward (1985) mengatakan bahwa Islam Jawa bagaimanapun juga berakar pada tradisi dan teks suci Islam itu sendiri.[6] Menurutnya penting untuk mengetahui pola hubungan simbolik antara teks suci dan situasi historis umat islam. Semua tradisi dalam Islam bagaimanapun juga merupakan interpretasi teks dalam lingkup sosio historis tertentu, dan ini dipandangnya sebagai legitimasi bahwa budaya jawa yang terbukti merupakan produk dari proses ini sah disebut Islam.[7] Sehingga kita bisa melihat kehadiran arsitektur yang memadukan nilai islam (Timur Tengah) dengan karakteristik lokal (Jawa) yang sudah berkembang. Menurut Jauharotul Huda[8] pemikiran Mark R. Woodward di atas mengindikasikan sebagai salah satu produk budaya arsitektur di Jawa juga merupakan bagian dari interpretasi teks dalam kehidupan orang Jawa yang menyejarah. Dan ini merupakan bentuk kreativitas Islam Jawa dalam mengaktualisasi teks.
Pertimbangan memadukan unsur-unsur budaya lama dengan budaya baru dalam arsitektur Islam menunjukkan adanya akulturasi dalam proses perwujudan arsitektur Islam, khususnya di Jawa. Apalagi, dalam sejarahnya, pada awal perkembangan agama Islam di Jawa, penyebaran Islam dilakukan dengan proses selektif tanpa kekerasan sehingga sebagian nilai-nilai lama masih tetap diterima untuk dikembangkan.[9] Ajaran Islam yang masuk tanpa kekerasan dan bersifat terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan lama yang telah ada memengaruhi wujud dalam arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid. Karena itulah, bangunan-bangunan masjid yang ada dipengaruhi oleh factor sejarah, latar belakang kebudayaan daerah lingkungan, serta adat istiadat masyarakat setempat. Oleh karena itu, penting pula memahami interpelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan perkembangan budaya suatu daerah.[10] Oleh karena itu, dalam pembuatan makalah ini saya akan membahas tentang interelasi Islam dan Jawa dalam bidang arsitektur, khususnya masjid.

B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian arsitektur Islam?
2.      Bagaimana sejarah arsitektur Islam?
3.      Bagaimana pola interelasi arsitektur Islam dan Jawa dalam bidang masjid?

C.     TUJUAN MASALAH
Adapun tujuan dari rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian arsitektur Islam
2.      Untuk mengetahui sejarah arsitektur Islam
3.      Untuk mengetahui pola interelasi arsitektur Islam dan Jawa dalam bidang masjid



BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN ARSITEKTUR ISLAM

Kata Arsitektur berasal dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik. Dan tektoo yang bermakna bediri stabil, dan kokoh. Secara singkat, arsitektur adalah pengetahuan seni merancang (mendesain) bangunan. Adapula yang mengartikan, arsitektur merupakan perkara bangun-membangun, perkara merangkai dan menegakkan bahan satu dengan bahan lain untuk melawan gravitasi yang cenderung menarik rebah ke tanah.

Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam. Inti dari ajaran Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadist. Dalam kategori ini arsitektur Islam yang dimaksud terkait dan terikat dengan suatu zaman atau periode tertentu atau kaum tertentu, jadi dapat dikatakan arsitektur Islam adalah abadi dan borderless atau tidak terbatas pada daerah tertentu bagi kaum tertentu. Secara singkatnya, Arsitektur Islam adalah Ilmu dan seni merancang bangunan, kumpulan bangunan, struktur lain yang fungsional, dan dirancang berdasarkan kaidah estetika Islam.[11]

Arsitektur Islam sebagai cerminan budaya sosial kultural ummah (masyarakat Islam) yang tengah berkembang pada periode waktu dan tempat yang tertentu (selanjutnya kita sebut arsitektur budaya Islam jawa). Hasil karya utama dalam seni arsitektur Islam adalah masjid sebagai konsekuensi dari ajaran Islam yang mengajarkan shalat dan masjid sebagai tempat pelaksanaannya. Kemudian muncul bangunan-bangunan lain di luar masjid yang juga masih merupakan rangkaian ungkapan kehidupan Islam sebagai fasilitas yang menampung kebutuhan manusia, yaitu istana- istana, bangunan benteng pertahanan, dan makam- makam.

B.     SEJARAH ARSITEKTUR ISLAM

Asal mula pertumbuhan arsitektur Islam terjadi pada masa Nabi Muhammad dan khulafaur rasyidin. Dalam sejarah peradaban agama Islam, masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama.[12]
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah pada tahun 1 hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km disebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al-qur’an disebutkan bahwa masjid Quba adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa.[13]

Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali. Meskipun sangat sederhana, masjid Quba boleh dianggap sebagai contoh bentuk dari pada masjid-masjid yang didirikan orang di kemudian hari. Bangunan yang sangat bersahaja itu sudah memenuhi syarat-syarat yang perlu untuk pendirian masjid. Ia sudah mempunyai suatu ruang yang persegi empat dan berdinding disekelilingnya.

Masjid Quba ini merupakan karya spontan dari masyarakat muslim di Madinah pada waktu itu. Bahkan masjid Quba disebut oleh para ahli sebagai masjid Arab asli. Masjid ini memiliki 19 pintu. Dari 19 pintu itu terdapat 3 pintu utama dan 16 pintu. 3 pintu berdaun pintu besar dan ini menjadi tempat masuk para jama’ah ke dalam masjid. Dan 2 pintu diperuntukkan untuk masuk para jama’ah laki-laki sedangkan 1 pintu lainnya sebagai pintu masuk jama’ah perempuan. Diseberang ruang utama masjid, terdapat ruangan yang dijadikan tempat belajar mengajar.

Namun kiranya , arti lebih luas adlaah bahwa masjid Quba telah menampilkan dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam sebuah bangunan masjid, yakni adanya tempat lapang untuk tempat terkumpul umat melaksanakan ibadah.

Diberbagai tempat dimana Islam tumbuh , masjid telah menjadi bangunan yang penting dalam syiar Islam. Masjid dijadikannya sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpatri oleh ajaran Islam dan kebudayaan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat. Disini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya. Oleh karena itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khasanah arsitktur Islam, pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bernuansa lokal secara psikologis telah mendekatkan masyarakat setempat pada Islam.       

C.     POLA INTERELASI ARSITEKTUR ISLAM DAN JAWA DALAM MASJID

Sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai asli Jawa maupun yang sudah dipengaruhi oleh Hindu-Budha.
Oleh karena itu, ketika Islam masuk dijawa keberadaan arsitektur Jawa telah berkembang dalam konsep filosofi jawa tidak dapat dipandang sebelah mata oleh Islam. Jadi agar Islam dapat diterima dengan baik di jawa maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep jawa. Dengan kata lain, terjadi asimilasi antara kebudayaan Islam dan Jawa, sehingga membentuk budaya tersendiri yang berbeda sebagai perpaduan antara keduanya yang tidak dapat dipisahkan lagi, salah satunya dari segi arsitektur. Dan hal ini juga merupakan keunggulan muslim Jawa dalam karya arsitektur.

v  MASJID

Interelasi Islam dalam arsitektur jawa sebenarnya sudah terjadi sejak awal Islam masuk jawa. Mengingat Islam dijawa adalah dilakukan melalui karya arsitektur, diantaranya adalah bangunan masjid.[14]
Telah dibahas diawal bahwa desain arsitektur masjid pada awalnya adalah sebagiaman yang dibuat oleh Nabi Muhammad, yakni msjid Quba. Denahnya merupakan segi empat dengan hanya dinding sebgai pembatas skelilingnya lalu dibuat mihrab (bagian yang agak menjorok, biasanya digunakan Nabi untuk berdakwah ) lalu dibuat serambi yang langsung bersambung dengan lapangan terbuka.
Perencananan ( arsitektur) masjid ketika itu terdiri dari urutan sebagai berikut : pertama-tama dibutuhkan sebuah tempat, kemudian temat itu dibuat menyerupai ruang agar orang yang melakukan shalat terhindar dari berbagai gangguan alamiah.
Selanjutnya saat Islam masuk di jawa, seni arsitektur masjid ikut menyesuaikan dengan seni arsitektur yang sudah ada di jawa. Baik yang masih asli jawa maupun yang sudah terpengaruh budaya Hindhu-Budha. Akhirnya terbentuklah seni arsitektur masjid baru yang merupakan hasil asimilasi nilai Islam dan Jawa.

Berikut adalah contoh interelasi antara Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid :

a.       Adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan Hindu
Kata menara dari perkataan manara yang berasal dari bahas Arab yang berarti api atau nur yang berarti cahaya. Awalan kata ma menunujukkan tempat. Jadi menara berarti tempat menaruh api atau cahaya diatas. Akan tetapi, kemudian memiliki manfaat yang lain, yakni untuk mengumandangkan adzan guna menyeru orang melakukan shalat.
Menara yang bercorak Hindu terdapat pada masjid kudus (Masjid Al-Aqsa) yang dibangun oleh sunan kudus. Bentuk bangunan menara masjid kudus yang demikian dimaksudkan untuk menarik simpati masyarakat Hindu pada waktu itu untuk memeluk agama Islam. Kecuali, menurut folklore, bangunan tersebut menunujukkan keyakinan akan adigdayaan sunan kudus sebagai penyebar Islam dimana bangunan yang dibuata sunan kudus dalam waktu semalam dan terbuat dari sebuah batu merah yang terbungkus dalam paru tangan berasal dari Makkah.[15]
Banguanan menara berketinggian 18 meter dan berukuran sekitar 100 m persegi pada bagian dasar ini secara kuat memperlihatkan sistem, bentuk, dan elemen bangunan Jawa-Hindu. Hal ini bisa dlihat dari kaki dan badan menara yang dibangun dan diukir dngan tradisi Jawa-Hindu, termasuk motifnya. Ciri lainnya bisa dilihat pada penggunaan material batu bata yang dipasang tanpa perekat semen, namun konon dengan digosok-gosok hingga lengket serta secara khusus adanya selasar yang biasa disebut pradaksinapatta pada kaki menara yang sering ditemukan pada bangunan candi.
  
b.      Adanya lawang kembar, pintu gapura dan pagar bercorak Hindu
Di Masjid kudus juga terdapat lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang mengelilingi halaman masjid yang kesemuanya bercorak bangunan Hindu dalam bentuk susunan bata merah tanpa perekat yang mengingatkan pada bentuk bangunan kori pada kedhaton dikomplek kerajaan Hindu.

c.       Penggunaan bentuk atas bertingkat atau tumpang dan pondasi persegi
Bentuk bangunan masjid dengan model atas tingakta tiga diterjemahkan sebagai lambang keislamaan seseorang yang ditopang oleh tiga aspek, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Adapaun Nurcholis Majid menafsirkannya sebagai lambang tiga jenjang penghayatan keagamaaan manusia yaitu, tingkat dasar (purwa), menengah (madya), dan akhir yang maju dan tinggi (wusana), yang sejajar dengan jenjang vertikal Islam, Iman, dan Ihsan. Selain itu dianggap pula sejajar dengan syari’at, thariqat, an ma’rifat.[16]

Selain pondsi yang berbentuk persegi, soko gurunya (tiyang peyangga) pun membentuk sebuah persegi. Delapan soko guru serambi masjid agung berasal dari Kerajaan Majapahit. Tiang ini adalah benda purbakala hadiah dari Prabu Bawijaya V Raden Kertabumi yang diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintaro Demak 1475 M.

Dimasjid Agung Demak juga terdapat soko tatal yang merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga yang berjumlah 4. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada dibarat laut didirikan Sunan Bonang, di barat daya oleh Sunan Gunung Jati, dibagian tenggara buatan Sunan Ampel, dan ditimur laut karya Sunan Kalijaga. Selain itu, pada seni arsitektur masjid di Jawa terdapat pula mimbar dengan ukiran teratai, mastaka atau menolo serta adanya mihrab dengan bentuk lengkung pola kalamakara.

d.      Adanya pawastren
Pawastren adalah tempat shalat yang dikhususkan bagi para wanita. Biasanya ditempatkan dibagian selatan jendela dan pintu. Namun, ada juga pawastren yang letaknya disebelah utara, sebagaimana terdapat pada masjid kudus kulon. Bahkan masjid mantingan malah tidak ada pawestrennya.

e.       Adanya bedug dan kentongan
Biasanya masjid di jawa dilengkapi dengan bedug dan kentongan sebagai petanda masuknya waktu shalat yang pada masanya dianggap sebagai sarana yang sangat efektif untuk komunikasi. Sunan Kudus juga punya kebiasaan unik terkait dengan bedug ini, yakni kegiatan menunggu datangnya bulan ramadhan. Untuk mengundang para jama’ah datang ke masjid, sunan kudus menabh bedug berulang-ulang. Setelah jama’ah berkumpul dimasjid, sunan kudus mengumumkan kapan persisnya hari pertama puasa.
Dalam dakwah sunan kalijaga, bedug diambil dari suar dheg..dheg..dheg.. identik dengan kata sedheng. Maksud dari kata itu adalah masjid masih cukup atau muat untuk berjama’ah. Kentongan yang bunyinya thong..thong..thong.. identik dengan kothong yang maksudnya masjidnya masih kosong.

Sebenaranya bedug dan kentongan merupakan akulturasi budaya Arab dan Hindu. Bedug merupakan tanda akan mulainya suatu kegiatan yang erat kaitannya dengan peribadatan. Dalam bahasa Arab, kata bedug berasal dari kata Bada’a yang artinya mulai. Kentongan merupakan tanda mengumpulkan orang-orang yang tinggalnya jauh dari penguasa. Biasanya bagi masyarakat Hindu, kentongan dibuat tempat menara supaya menjangkau pendengaran orang yang jauh. Sampai sekarang kentongan juga masih berlaku dimasyarakat Hindu yang diberi nama kul-kul.[17]
Pada abad modern yang mengagumkan dari arsitektur Islam di Indonesia adalah berdirinya Masjid Istiqlal (dibangun sejak tahun 1961 dan diresmikan pada tahun 1978) yang bukan saja merupakan masjid terbesar di Asia belahan timur, tapi juga masjid dengan kubah terbesar di dunia serta menara yang menjulang amat tinggi, juga dengan bedug yang ukurannya besar.  

v  GAMBAR-GAMBAR MASJID

  
 
Menara Kudus                        Atap tumpang Masjid Agung Demak
BAB III
PENUTUP


A.    KESIMPULAN
Kata Arsitektur berasal dari bahasa Yunani, yaitu : architekton yang terbentuk dari dua suku kata, yakni arkhe yang bermakna asli, awal, otentik. Dan tektoo yang bermakna bediri stabil, dan kokoh. Sedangkan arsitektur Islam adalah arsitektur yang berangkat dari konsep pemikiran Islam.
Dalam sejarah peradaban agama Islam, masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam Islam, yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh Rasulullah SAW sebagai masjid yang pertama. Sebelum Islam masuk di Jawa, masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai asli Jawa maupun yang sudah dipengaruhi oleh Hindu-Budha. Salah satu contoh interelasi antara Islam dan Jawa dalam arsitektur masjid adalah adanya menara yang mirip dengan meru pada bangunan Hindu dan sebagainya.

B.     KRITIK DAN SARAN
Saran dan kritik yang membangun sangat dibutuhkan oleh penulis dalam memperbaiki makalah ini, karena penulis tahu bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat kesalahan dan kekurangan dan jauh sekali dari kata sempurna. Wallahu ‘alam bissawab.













DAFTAR PUSTAKA

Al-qur’anul Karim.     
Amin, Darrori2002. Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media
Azra, Azymardi. 1997. Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ichtiar baru.
C.C.Breg, 1955. The Islamization of java, dalam Studi Islamica IV.
Greetz, Cliffrod. 1960. The Religion of java. London : The Free Press of Glancoe.
Henifer, Robet W. 1985. Hindu Javanes : Tengger Tradition dan Islam. Princeton : Princeton Press.
http://makalah ibnu.blogspot.com 09-05-2015. 09.40
Jamil Abdul dkk.  2002. Islam dan kebudayaan jawa, Yogyakarta : Gama media.
Kelas TM-6. 2012. Islam dan Kebudayaan Jawa, Semarang : Fakta IAIN Walisongo.
Prasetyo, Hendro. 1994. Mengislamkan Orang jawa : Antropologi Baru Islam Indonesia, dalam jurnal ISLAMIKA No.3.
Sutrisno, Budiono Hadi. 2009. Sejarah Walisongo. yogyakarta : Graha Pustaka.
Woodward, Mark R. 1985. The shar’I and the sacred doctrine : Muslim Law and Mystical Doctrine in Central Java. UMI, An Arbor.






[1]http://pemikiranmoderat.blogspot.com/2011/04/interelasi-arsitektur-islam-ditanah.html
[2] Hendro Prasetyo, “Mengislamkan” Orang jawa : Antropologi Baru Islam Indonesia, dalam jurnal ISLAMIKA No.3 Januari-Maret 1994.
[3] Lihat dalam Robet W. Henifer, Hindu Javanes : Tengger Tradition dan Islam, Princeton Press, Princeton 1985.
[4] Lihat C.C.Breg, The Islamization of java, dalam Studi Islamica IV, 1955, hlm 111.
[5] Lihat Cliffrod Greetz, The Religion of java. The Free Press of Glancoe, London, 1960.
[6] Mark R. Woodward, the shar’I and the sacred doctrine : Muslim Law and Mystical Doctrine in Central Java. UMI, An Arbor, 1985.
[7] Darori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta : Gama Media, 2002, hlm.186
[8] Ibid hlm 185
[9] Kelas TM-6, Islam dan Kebudayaan Jawa, Semarang : Fakta IAIN Walisongo, 2012, hlm 152
[10] waromuhammad.blogspot.com...internalisasi-islam-dalam-arsitektur.html
[11] Azymardi Azra dkk, Ensiklopedi Islam, Jakarta : Ichtiar baru, 1997, hlm 166.
[12] Abdul jamil dkk, Islam dan kebudayaan jawa, Yogyakarta : gama media, 2002, hlm.186
[13] Al-qur’an surat At-taubah :108.
[14] Opcit, Darori Amin hlm 189
[15] Opcit , M.Darori Amin, hlm 189
[16] Ibid hlm 190.
[17] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo, yogyakarta : Graha Pustaka, cet vll, 2009, hlm 120