MAKALAH
TAFSIR TENTANG HARI AKHIR
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu : Bapak. Iing
Misbahuddin
Disusun Oleh :
Vina Qurrotul ‘Uyun (1404026009)
Lailin Najihah (1404026010)
FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang
dikehendakinya. Di alam raya ini misalnya, dapat dilihat betapa kemaha besaran
Allah sebagai dzat yang agung. Bagaimana langit ditinggikan, daratan
dihamparkan, makhluk hidup diciptakan, Allah menghidupkan, Allah mengakhiri,
dan sebagainya. Ada maksud penciptaan pasti terdapat pula tujuan penciptaan,
ada awal penciptaan dan ada akhir dari penciptaan tersebut.
Umat muslim memiliki kepercayaaan (Iman) yang
termaktub di dalam rukun Iman agama Islam, yaitu : Iman kepada Allah, Iman
kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab-kitab Allah,
Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qodlo dan Qodar.
Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan keimanan. Pertama adalah
pembuktian tentang keesaan Allah. Kedua adalah pembuktian
tentang hari akhir karena keimanan kepada Allah tidaklah sempurna
kecuali dengan keimanan kepada hari akhir.[1]
Oleh karena itu, disini penulis tertarik untuk mengkaji ayat-ayat
al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari hari kiamat?
2.
Bagaimana Tafsir ayat-ayat
hari kiamat?
3.
Apa hikmah mempercayai hari akhir?
C.
TUJUAN MASALAH
1.
Untuk mengetahui pengertian tentang hari akhir
2.
Untuk mengetahui tentang tafsir ayat-ayat hari akhir
3.
Untuk mengetahui hikmah-hikmah mempercayai hari akhir
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HARI KIAMAT
Salah
satu rukun Iman adalah Iman kepada hari akhir (yaumul qiyamah), yaitu
percaya akan datangnya ujung dari kehidupan di dunia. Dalam al-qur’an hari
akhir dinamakan al-qari’ah, terdapat pada QS. Al-Haqqah : 4
dan QS. Al-Qari’ah : 1, 2, dan 3.[2]
Firman
Allah “Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu ?” (QS. Al-Qari’ah
: 3). Menurut Ar-Razi, ayat tersebut mununjukan bahwa manusia tidak tahu
sama sekali tentang hari kiamat, manusia hanya memahami bahwa hal tersebut
merupakan peristiwa yang luar biasa.
Hari
akhir atau kiamat (qiyamat/qiyamah) juga dijelaskan dengan pengertian, hari
kiamat adalah hari dihancurkannya secara total kehidupan manusia di dunia
dengan ditiupkannya sangkakala pertama oleh malaikat Israfil (dalam masa
tersebut tiada lagi kehidupan). Kemudian ditiupkan kembali sangkakala
untuk kali kedua yaitu untuk menghidupkan umat manusia sejak Nabi
Adam as. hingga umat terakhir, untuk menerima pengadilan Allah.[3]
Hari
akhir sering pula disebut sebagai hari kiamat, yaitu hari pembalasan yang
hakiki terhadap semua makhluk hidup di dunia yang fana ini.
B.
TAFSIR
AYAT-AYAT TENTANG HARI AKHIR
SURAT HUD AYAT 105-108
Muqaddimah :
Surat hud termasuk golongan surat makiyyah, terdiri dari 123 ayat, diturunkan sesudah surat yunus, surat ini dinamani surat hud
karena ada hubunganya dengan kisah nabi hud as. Dan kaumnya, dan surat ini juga
terdapat kisah nabi soleh, ibrahim, lud, suaib dan musa.
Pokok-pokok
isinya :
Keimanan
: adanya ‘arsy Allah, kejadian alam dalam 6 fase, adanya golongan-golongan
manusia dihari kiamat.
Hukum-hukum
: agama membolehkan menikmati yang baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak
memakai berlebihan, tidak boleh berlaku sombong, tidak boleh mendo’a atau
mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menurut sunnah Allah.
Kisah-kisah
: kisah nabi Hud, Nuh, Sholeh, Ibrahim, Suaib, Lut, dan Musa beserta kaum-kaumnya.
Surat
hud ayat 105-106
يَوْمَ يَأْتِ لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ
شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُواْ فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا
زَفِيرٌ وَشَهِيقَ
Artinya
:
“Di
kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan
izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun
orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka
mengeluarkan dan menarik nafas yang sulit. “
Asbabun
nuzul :
Diriwayatkan bahwa ketika turunnya ayat ini ada yang bertanya
kepada Nabi SAW “apakah tidak sewajarnya kita berpangku tangan menanti
ketetapan Allah?” Nabi SAW menjawab “berusahalah karena semua akan dipermudah
menuju apa yang ia tercipta untuknya” (H.R. Bukhari melalui Imran Ibn al-Husain
dan at-Tirmidzi melalui Umar Ibn al-Khatab).
Penjelasan
ayat :
Hari kiamat memang belum datang, tetapi di kala datang hari itu,
yakni hari datangya saat kiamat itu, tiadak ada seorangpun, baik yang taat
apalagi yang durhaka, yang boleh berbicara, melainkan izinnya. Maka diantara
mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang celaka, maka
tempat mereka di dalam neraka. Bagi mereka didalamnya embusan nafas yang sulit,
yakni rintihan yang terdengar sangat mengenaskan.
Firmannya : لاَ تَكَلَّمُ
نَفْسٌ “tiada seorangpun yang berbicara” tidak harus dipertentangkan
dengan ayat-ayat yang menginformasikan bahwa kelak dihari akhir kemudian akan
ada pembicaraan. Misalnya يَوْمَ
تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَن نَّفْسِهَا
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya
sendiri.” Karena hari kiamat memiliki saat-saat yang panjang, bisa saja disatu
saat mereka tidak berbicara dan disaat lain mereka berbiacara. Demikian jawaban
beberapa ulama’. Agaknya, karena itu kata hari disini tidak harus dipahami
dalam arti sepanjang masa, tetapi dalam arti saaat. Disisi lain, dapat juga
dikatakan bahwa walaupun seandainya sepnjang hari itu ada yang berbicara,
pmbicaraaannya diizinkan oleh Allah. Bukankah ayat ini tidak menyatakan bahwa ,
sama sekali tidak ada yang berbicara, tetapi menyatakan tidak ada yang
berbicara kecuali seizin-Nya. Ada lagi yang berpendapat bahwa pembicaraan yang
diizinnkan yang dimaksud oleh ayat ini adalah pembicaraan yang baik sesuai
dengan tuntutan agama. Atau mereka tidak berbicara yang dapat memeri manfaat
keculi yang diizinkan oleh Allah.
Thabathaba’i berpendapat bahwa pengecualian diatas bukan tertuju
kepada pembicara, tetapi kepada pembicaraan. Kata (ب)
“dengan” pada kalimat إِلاَّ
بِإِذْنِهِ “kecuali dengan izinNya”
menurutnya berati disertai sehingga ayat ini berarti : tidak seorangpun yang
menyampaikan suatu pembicaraan kecuali pembicaraan yang disertai dengan
izinNya, bukan seperti didunia ini setiap orang dapat berbicara sesuka hatinya,
baik Allah mengizinkannya dari segi izin agama ataupun tidak. Setelah mengemukakan
pendapat thabathaba’i kemudian membuktikan melalui pemahamannya melalui
ayat-ayat al-qur’an, bahwa dihari kiamat nanti situasi dan kondisi sepenuhnya
berbeda dengan keadaan duniawi. Dihari kiamat nanti segala sesuatu tampak
dengan jelas, sebab-sebab yang tadinya diduga orang memiliki kemandirian dalam
terciptanya sesuatu dikehidupan dunia ini, atau dalam memberi dampak bagi
sesuatu, ketika itu semuanya tidak berarti dan gugur, karena pemiik dan
penguasa tunggal ketika itu dengan sangat jelasnya adalah Allah SWT, dan semua
hanya kembali kepadaNya.
Segala sesuatu terungkap dengan jelas dihari kemudian, tidak ada
rahasia. Pembiacaan yang kita lakukan didunia ini adalah ungkapan isi hati kita
yang ingin kita ungkapkan. Seandainya kita memiliki potensi untuk memahami apa
yang akan diungkapkan orang lain tanpa kata-kata, seperti potensi mata itu
untuk melihat cahaya dan warna atau alat meraba untuk merasakan panas dan
dingin, halus dan kasar, maka kita tidak perlu menciptakan bahasa dan tidak
perlu ada ucapan atau apa yang kita namai dengan kata dan kalimat. Seandainya
kehidupan semua jelas dan nyata, tentu saja kita tidak membutuhkan pembicaraan,
tidak juga pengucapan.
Dari pendapat thabathaba’i para ulama’ berpendapat bahwa
pembiacaraan dihari kemudian bukan seperti halnya pembicaraan didunia, dimana
seseorang mengungkapkan secara bebas dan suka rela isi hati yang ingin
disampaikannya dan dengan bebas dapat berkata benara atau berakata bohong.
Kebebasan itu dihari kemudian tidak akan ada lagi.
فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ
“di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia” (شَقِيٌّ) adalah seseorang yang
sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan serta keburukan yang
benar-benar tidak nyaman bagi yang bersangkutan, sedang ( سَعِيدٌ) adalah sebaliknya.
Sementara ulama’ menyatakan bahwa penggalan ayat ini
menginformasikan bahwa Allah SWT telah menetapkan siapa yang akan masuk surga
neraka, dan siapun yang telah ditetapkannya demikian dia tidak dapat mengelak.
Ayat ini hanya menyatakan kelak akan ada dua kelompok ada yang berbahagia dan
ada pula yang celaka. Dan ini adalah suatu hakikat yang tidak dapat diingkari.
Sekali lagi ayat ini tidak dapat dipahami bahwa Allah telah
menetapkan kecelakaan atau kebahagiaan seseorang sejak semula sehingga dia
tidak dapat mengelak. Ayat ini hanya menjelaskan bahwa kelak dihari kemudian
ada yang celaka dan ada juga yang berbahagia. Konteks ayat-ayat ini yang
mengajak kepada iman dan amal sholeh serta keniscayaan hari kemudian
menunjukkan bahwa kecelakaan atau kebahagiaan bukan sesuatu yang telah
dipastikan bagi yang bersangkuta. Ia hanya mengisyaratkan bahwa masing-masing
mempunyai potensi untuk dia kembangkan menuju apa yang dipilihnya.
Masing-masing dapat memperoleh kemudahan menuju pilihannya baik kecelakaan
maupun kebahagiaan.
Kata (زَفِيرٌ ) bermakna hembusan pengaluaran
nafas dengan mendoronganya secara keras disebabkan sesaknya dada dan sulitnya
bernafas. Sementara ulama’ berpendapat bahawa kata ini terambil dari kata
az-zfr yang berati beben berat dipunggung. Sedangkan kata (شَهِيقٌ) adalah lawanya yaitu
upaya bernafas dengan keras untuk memasukkan udara didalam dada. Ini terambil
dari kata yang bermakna tinggi. Menarik dan menghembuskan nafas seperti yang
dikemukakan diatas boleh jadi karena merintih kesakitan atau kesedihan yang
mendalam, keduanya tempat untuk penghuni neraka.
Surat
hud ayat 107 :
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا
شَاء رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
Artinya
:
“Mereka
kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi , kecuali jika Tuhanmu menghendaki
(yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia
kehendaki.”
Penjelasan
ayat :
Yang celakakan berada dineraka. Mereka kekal di dalamnya selama ada
langit dan bumi , kecuali jika Tuhanmu menghendaki, yakni kecuali jika tuhanmu
menghendaki yang lain. Sesungguhnya tuhanmu maha pelaksana terhadap apa yang
dia kehendaki. Tidak satupun yang dapat mengahalangiNya.
Kata (خَالِدِينَ) “mereka kekal” dipahami disini dalam arti kesinambungan
keadaan dan kebenarannya dalam keadaan tidak disentuh oleh perubahan atau
kerusakan. Kata ini pada mulanya digunakan untuk sesuatu yang dapat bertahan
lama, walaupun tidak sepanjang masa.
Kata (مَا دَامَتِ
السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ) dibasah maknanya oleh
ulama’. Dari segi redaksional ia mengandung semacam syarat, yakni kekalan yang
dimaksud akan berlanjut selama ada langit dan bumi. Tetap,i persoalan muncul
karena adanya ayat-ayat al-qur’an yang secara tegas menyatakan bahwa langit dan
bumi akan punah, misalnya مَا
خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ
وَأَجَلٍ مُّسَمًّى “Kami tiada menciptakan
langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang
benar dan dalam waktu yang ditentukan.”(Q.S.al-Ahqaf :3) Dan juga فَكَانَتْ هَبَاء مُّنبَثّاً
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسّاً إِذَا
رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجّاً “apabila
bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan
seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan. “ Thabathaba’i
memahaminya bahwa yang punah adalah langit yang ada didunia ini, bukan langit
dan bumi yang ada diakhirat nanti. Langit yang ada didunia ini akan digantikan
dengan ada diakhirat nanti.
Kata إِلاَّ مَا شَاء
رَبُّكَ “ kecuali apa yang dikehendaki tuhanmu” ada
ulama’ yang memahaminya sebagai pengecualian dari waktu yang diiayaratkan oleh
kalimat (مَا دَامَتِ) “selama” dengan alasan bahwa (مَا) “apa” digunakan oleh
penggalan إِلاَّ مَا شَاء
رَبُّكَ, menunujukan kepada
sesuatau yang berakal, dalam hal ini adalah selama masa itu. Ada juga yang
memahaminya sebagai pengecualian dari mereka yang kekal. Kata (مَا) menurut paham ini tidak
selalu dipahami dalam arti yang tidak berakal.
Penggalan ayat ini mengisyaratkan kemungkinan adanya penghuni
neraka yang tidak kekal selama-lamanya. Mereka adalah yang memperoleh syafaat
atau setelah dibersihkan dari dosa-dosanya didalam neraka serta dianugerahi
Allah pengampunan sehingga dipindahkan kesurga.
Kata
( فَعَّالٌ) “maha pelaksana” hanya ditemukan dua kaliamat
dalam al-qur’an, pada ayat ini dan ayat 16 surat al-Buruj. Keduanya dikemukakan
dalam konteks ancaman. Dia maha pelaksana terhadap ancaman-ancaman-Nya.
Surat hud ayat 108 :
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا
دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ
مَجْذُوذٍ
Artinya :
“Adapun orang-orang yang berbahagia,
maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan
bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada
putus-putusnya.”
Penjelasan ayat :
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga,
mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki, yakni
kecualijika tuhan menghendaki yang lain, sebagai
karunia yang tiada putus-putusnya. Penegecualian pada ayat yang berbicara tentang pengahuni surge ini
juganmenjadi bahasan panjang ulama’, karena jika pengecualian tersebut dipahami
sebagaimana apa adanya, ini memberi kesan bahwa ada orang-orang yang masuk surga yang tidak kekal didalamnya. Pemahaman semacam ini bertentangan dengan sekian banyak teks keagamaan
sehingga mengantar para ulama untuk sepakat menyatakan, “siapa yang telah masuk
surge, ia tidak akan keluar lagi.”
Tidak kurang dari tiga belas pendapat
ulama’ tentang makna kata (إِلاَّ) “pengecualian” ayat ini.
Sementara ulama memahami ayat ini dalam arti orang-orang yan diberi kebahagiaan
oleh Allah akan masuk surge dan kekal didalamnya, sejak awal selesainya
perhitungan sampai waktu yang tidak terbatas. Kecuali orang-orang yang
dikehendaki oleh Allah untuk ditunda waktunya masuk surge, yaitu orang-orang
mukmin yang banyak berbuat maksiat. Dengan kata lain, penganut pendapat ini
menyatakan bahwa yang dikecualikan disini adalah mereka yang tidak kekal
dineraka yang ditunjuk oleh pengecualian ayat yang berbicara tentang penghuni
neraka.
Ada lagi yang memahami kata إِلاَّ
yang diatas diterjemahkan dengan kecuali dalam arti dan. Dengan demikian,
penggalan ayat tersebut menyatakan “mereka akan kekal didalamnya selama ada
langit dan bumi dan lebih dari itu sepanjang kelebihan yang dikehendaki Allah.”
Hemat penulis, pendapat yang terbaik adalah
yang memahami pengecualian pada ayat ini sebagai berfungsi menunjukan kuasa
Allah yang mutlak. Memang Allah telah menetapkan atas diri-Nya mengekalkan di
dalam surge siapa yang taat kepada-Nya. Ketetapan itu tidak akan berubah.
Namun, jika Dia hendak mengubahnya, itupun dalam wewenang-Nya karena tidak ada
yang wajib atas Allah, tidak ada juga yang dapat memaksa-Nya untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu.
Munasabah
:
Ayat-ayat
yang lalu menerangkan tentang pelajaran yang diambil dari kehancuran umat yang
banyak berbuat aniaya di dunia ini. Ayat-ayat berikut ini menerangkan balasan
di akhirat: bagi orang-orang yang celaka akan dimasukkan ke dalam neraka,
sedang orang-orang yang berbahagia akan bersenang-senang di dalam surga yang
penuh dengan kenikmatan.[4]
Analisis
:
Dijelaskan
bahwa pada hari kiamat tidak ada satupun yang dapat berbicara kecuali seatas
izin Allah swt. Diantara mereka ada yang mendapatkan celaka ada pula yang
berbahagia. Itu semua semata-mata hanya karena ridha Allah, memberikan ganjaran
baik kepada orang-orang yang beramal baik dan meyakini ayat-ayat Allah, dan
akan mendapat siksa orang-orang yang mendustakan Allah.
SURAT
AL-AHZAB AYAT 63
Muqaddimah
:
Surat Al Ahzab terdiri dari 73 ayat termasuk golongan surat madaniyyah
di turunkan sesudah surat ali-imran. Dinamai surta al-ahzab “golongan-golongan
yang bersekutu” karena dalam surat ini terdapat beberapa ayat yaitu ayat 9-27
yang berhubungan dengan peperangan (al-ahzab) yaitu peperangan yang
dilancarakan oleh orang-orang yahudi kaum munafik dan orang-orag musyik
terhadap orang-orang mukmin dimadinah. Mereka telah mengepung rapat oarng-orang
mukmin sehingga sebagian dari mereka telah berputus asa dan menyangka bahwa
mereka akan dihancurkan oleh musuh-musuh mereka. Pokok-pokok isinya mencakup tentang kisah-kisah hari akhir, perang, hokum keimanan, dan lain-lain.
Surat
Al Ahzab ayat 63 :
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ
اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً
Artinya :
“Manusia bertanya kepadamu tentang
hari berbangkit. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari
berbangkit itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai Muhammad),
boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.”
Asbabun nuzul :
Banyak orang yang bertanya kepada
Nabi tentang waktu kedatangan kiamat. Yang terbnyak bertanya adalah kaum
musyrikin yang ragu dan dengan pertanyaan yang mengandung ejekan serta
penolakan keniscayaannya memang ada juga diantara kaum mukminin bertanya
tentang masa kedatanganya, tetapi bukan karena tidak percaya. Diriwayatkan
bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad “kapankah datangnya
kiamat?” Nabi balik bertanya “apakah yang engakau persiapkan untuknya?” Dia
menjawab “Demi Allah, wahai Rasul aku tidak mempersiapkan untuknya banyak
shalat dan tidak juga (banyak) puasa. Tetapi, aku mencintai Allah dan
Rasul-Nya” maka, Nabi bersabda “engkau akan bersama siapa yang engkau cintai”.
(H.R. Bukhari dan Muslim melalui Anas).
Penjelasan
kata:
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ yakni orang-orang yahudi Madinah bertanya
kepadamu tentang hari berbangkit sebagaimana yang ditanyakan oleh penduduk
mekkah. Orang-orang yahudi bertanya kepadanya hanya untuk menguji beliau, sedangkan kaum musyrik mekkah bertanya untuk
mengingkari dan meminta disegerakan datangnya hari itu.
قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللَّهِ yakni jawablah wahai Muhammad tentang apa
yang mereka pertanyakan, “bahawa pengetahuan tentang terjadinya hari berbangkit
hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.”.
وَمَا يُدْرِيكَ yakni tidak ada yang memberitahukan kepadamu
wahai rasul, karena pengetahuan tentang itu hanya ada disisi Allah.
لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً yakni kamu tidak menyadari bahwa hari
berbangkit telah mendekat.
Penjelasan
ayat :
Firman Allah SWT, “Manusia bertanya kepadamu tentang hari
berbangkit” yakni mereka (kaum musyrik quraisy mekkah dan yahudi Madinah)
bertanya kepada Muhammad tentang kapan datangnya hari kiamat atau hari
berbangkit. Orang-orang
musyrik bertanya tentang hal itu karena anggapan mereka bahwa itu tidak
mungkin. Jadi pertanyaan mereka adalah pertanyaan dengan maksud mengolok-olok.
Sedangkan orang-orang yahudi bertanya kepada rasulullah hanya untuk menguji
beliau saja. Lalu Allah memerintahkan beliau untuk menjawab tentang apa yang
mereka tanyakan, yaitu bahwa sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit
itu hanya ada disisi Allah. Maksudnya hanya Allah yang mengetahui. Bahkan para
malaikat yang terdekat dengan-Nya pun tidak mengetahui, begitupun juga dengan
para nabi dan rasul. Apalagi orang-orang selain mereka, maka mereka lebih tidak
mengetahui lagi tentang kapan terjadinya hari kiamat dan hari berbangkit itu.
Firman Allah SWT, “Dan tahukah kamu (hai Muhammad)” maksudnya , tidak ada seorangpun yang bias memeritahukan padamu wahai
rasul, “boleh jadi hari berbangkit itu sudah
dekat waktunya.” Maksudnya,
siapa yang memberitahukan kepadamu wahai rasul kami? Bias jadi hari kiamat itu
telah semakin dekat. Ya hari kiamat semakin dekat. Allah SWT berfirman “telah
dekat kepada manusia hari perhitungan mereka” Allah memberitahukan tentang
semakin dekatnya kejadian hari kiamat, dan Dia tidak mengabarkan kapankah
waktunya.
Munasabah
:
Pada
ayat-ayat yang lalu, Allah mengemukakan tiga golongan yang menentang Allah,
Rasul-Nya, dan kaum mukminin, dan bahwa mereka itu dikutuk dan dikejar-kejar
untuk dibunuh di mana saja mereka dijumpai sesuai dengan perintah Allah. Pada
ayat-ayat berikut ini, Allah menerangkan tentang hari kiamat, keadaan mereka
kelak di akhirat, dan tingkah lakunya ketika menghadapi siksaan Allah.[5]
Analisis :
Pada
ayat ini dijelaskan bahwa datangnya hari kiamat itu adalah sangat dekat. Tiada
yang tahu kapan pastinya hari kiamat itu datang. Dan siapapun yang mengingkari
firman Allah ini merupakan kaum kafir yang dimana mereka akan di tempatkan di
neraka yang pedih.
SURAT AL-‘ARAF AYAT 147
Muqaddimah
:
Surat Al A’raaf yang berjumlah 206 termasuk golongan surat makkiyyah,di
turunkan sebelum turunnya surat al-an’am dan termasuk golongan surat ”Asshabuththiwaal”(tujuh
surat yang panjang). Dinamakan al-‘araf karena perkataan al-‘araf yang
mengemukakan tentang keadaan orang-orang yang berada diatas, al-‘araf yaitu
tempat yang tertinggi diatas, surga dan neraka. Pokok-pokok isinya tentang
keimanan, hari akhir, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
Surat
Al A’raaf ayat 147 :
وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَلِقَاء الآخِرَةِ حَبِطَتْ
أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Artinya :
“Dan orang-orang yang mendustakan
ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan
mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.”
Penjelasan kata :
حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ yakni amal mereka rusak, mereka tidak bias
mengambil manfat dari amal itu, sebaba semuanya adalah amalan seorang yang
musyrik, sedangakn syirik dapat menggugurkan amal.
Isi
kandungan ayat :
Firman Allah pada ayat 147 “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan
akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka” sebagai penekanan. Yaitu kerugian bagi orang-orang
yang telah dipalingkan dari ayat-ayat Allah SWT bahwa amal perbuatan mereka
taidak berdasarkan keadilan dan kebenaran, namun berdasarkan atas kedhaliman
dan kebathilan. Oleh sebab itu, disatu sisi amal perbuatan itu bathil taidak
mendatangkan kebaikan bagi mereka, disisi lain lagi amal tersebut adalah amalan
yang buruk dan akan mendapatkan balasannya diakhirata yaitu azab Jahannam.
Makannya Allah SWT berfirman “Mereka tidak
diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” Yakni mereka tidak mendapatakan selain
amal perbuatan jelek yang mereka lakukan, diantara keadilan Allah, orang yang
beramal buruk tidak akan mendapatkan balasan melainkan balasan yang setimpal
dan mereka tidak didhaliml.
Munasabah
:
Pada
ayat-ayat lalu diterangkan hal-ihwal Fir’aun dan tentaranya yang telah punah
dan tenggelam ke dasar laut Qulzum (laut merah), karena ketakaburan,
keangkuhan, kezaliman, dan sikap mereka yang mendustakan kenabian Musa beserta
risalah yang dibawanya. Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang yang sombong dan
mendustakan kekuasaan Allah dan adanya akhirat, mereka akan menerima balasan
sesuai dengan perbuatannya.[6]
Analisis :
Dari
tafsir ayat tersebut diketahui bahwa Allah Maha Kuasa. Sunatullah akan berlaku
bagi siapapun yang takabur, dan menyombongkan diri. Sifat-sifat tersebut dapat
ditandai dengan tidaknya beriman pada pertemuan Allah di hari pembalasan nanti,
merendahkan martabat orang lain serta menyombongkan diri karena mereka
mendustakan ayat-ayat Allah. Maka sia-sia pula amal baik yang telah dikerjakan
orang-orang tersebut jika tidak mengimani ayat-ayat Allah.
C.
HIKMAH
MEMPERCAYAI HARI AKHIR
Keyakinan
kepada hari akhir memberikan beberapa hikmah kepada orang yang mengimaninya,
yaitu sebagai berikut :
1. Menambah iman
dan takwa kepada Allah
2. Selalu
berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan
3. Selalu meminta
ampunan kepada Allah SWT
4. Selalu
menghiasi diri dengan berdzikir (meningkatkan ketaqwaan) dan beramal shaleh.
5. Menghindari
perbuatan yang sia-sia (menimbulkan dosa)
6. Meningkatkan
kepedulian terhadap sesama, serta terhadap lingkungan
7. Mendalami
agama islam lebih daripada sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan memahami
kajian teori di atas, tentunya kita semakin mengetahui bahwa kehidupan di dunia
ini hanya bersifat sementara. Manusia lahir lalu bertumbuh-kembang, dan
akhirnya meninggal dunia. Begitu juga dengan hewan dan tumbuhan. Dari
pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan yang kekal hanya di akhirat
kelak. Disana tidak ada lagi kematian. Orang-orang beriman dan beramal
saleh akan hidup selamanya di surga. Sebaliknya, orang-orang kafir
dan beramal buruk akan hidup di neraka untuk selamanya.
DAFTAR PUSTAKA
Shihab,
Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung : Mizan, 2009. cet. 2.
Shihab, Quraish. dkk, Ensiklopedia
AL-Qur’an. Jakarta :Lentera Hati. cet. 1.
Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu
Al-Qur’an. Jakarta : Amzah, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Jilid IV.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an
dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi, 2010.
Jilid III.
Kementrian
agama. Al-qur’an dan terjemahnya. 1971. Jakarta. Yayasan penyelenggara
penerjemah atau pentafsir al-qur’an.
Shihab,
Quraish. Tafsir al-misbah. Jakarta : Lentera Hati. 2002.
http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/03/tafsir-ayat-ayat-al-quran-tentang-hari.html#
17- maret 2015. 08.15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar