Kamis, 23 April 2015

HARI AKHIR

MAKALAH
TAFSIR TENTANG HARI AKHIR
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Tafsir
Dosen Pengampu  : Bapak. Iing Misbahuddin


Disusun Oleh :
Vina Qurrotul ‘Uyun           (1404026009)
Lailin Najihah                      (1404026010)


FAKULTAS USHULUDDIN
PRODI TAFSIR HADITS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2015

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Allah telah menciptakan segala sesuatu yang dikehendakinya. Di alam raya ini misalnya, dapat dilihat betapa kemaha besaran Allah sebagai dzat yang agung. Bagaimana langit ditinggikan, daratan dihamparkan, makhluk hidup diciptakan, Allah menghidupkan, Allah mengakhiri, dan sebagainya. Ada maksud penciptaan pasti terdapat pula tujuan penciptaan, ada awal penciptaan dan ada akhir dari penciptaan tersebut.
Umat muslim memiliki kepercayaaan (Iman) yang termaktub di dalam rukun Iman agama Islam, yaitu : Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat, Iman kepada Rasul, Iman kepada Kitab-kitab Allah, Iman kepada Hari Akhir, dan Iman kepada Qodlo dan Qodar.
Ada dua hal pokok yang berkaitan dengan keimanan. Pertama adalah pembuktian tentang keesaan Allah. Kedua adalah pembuktian tentang hari akhir karena keimanan kepada Allah tidaklah sempurna kecuali dengan keimanan kepada hari akhir.[1] Oleh karena itu, disini penulis tertarik untuk mengkaji ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir.
B.     RUMUSAN MASALAH

1.      Apa pengertian dari hari kiamat?
2.      Bagaimana Tafsir ayat-ayat hari kiamat?
3.      Apa hikmah mempercayai hari akhir?

C.     TUJUAN MASALAH

1.      Untuk mengetahui pengertian tentang hari akhir
2.      Untuk mengetahui tentang tafsir ayat-ayat hari akhir
3.      Untuk mengetahui hikmah-hikmah mempercayai hari akhir
                         






BAB II
PEMBAHASAN
A.    PENGERTIAN HARI KIAMAT
Salah satu rukun Iman adalah Iman kepada hari akhir (yaumul qiyamah), yaitu percaya akan datangnya ujung dari kehidupan di dunia. Dalam al-qur’an hari akhir dinamakan al-qari’ah, terdapat pada QS. Al-Haqqah : 4 dan QS. Al-Qari’ah : 1, 2, dan 3.[2]
Firman Allah “Tahukah kamu, apakah hari kiamat itu ?” (QS. Al-Qari’ah : 3). Menurut Ar-Razi, ayat tersebut mununjukan bahwa manusia tidak tahu sama sekali tentang hari kiamat, manusia hanya memahami bahwa hal tersebut merupakan peristiwa yang luar biasa.
Hari akhir atau kiamat (qiyamat/qiyamah) juga dijelaskan dengan pengertian, hari kiamat adalah hari dihancurkannya secara total kehidupan manusia di dunia dengan ditiupkannya sangkakala pertama oleh malaikat Israfil (dalam masa tersebut tiada lagi kehidupan). Kemudian ditiupkan kembali sangkakala untuk kali kedua yaitu untuk menghidupkan umat manusia sejak Nabi Adam as. hingga umat terakhir, untuk menerima pengadilan Allah.[3]
Hari akhir sering pula disebut sebagai hari kiamat, yaitu hari pembalasan yang hakiki terhadap semua makhluk hidup di dunia yang fana ini.

B.     TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG HARI AKHIR

SURAT HUD AYAT 105-108
Muqaddimah :
Surat hud termasuk golongan surat makiyyah, terdiri dari 123 ayat, diturunkan sesudah surat yunus, surat ini dinamani surat hud karena ada hubunganya dengan kisah nabi hud as. Dan kaumnya, dan surat ini juga terdapat kisah nabi soleh, ibrahim, lud, suaib dan musa.
Pokok-pokok isinya :
Keimanan : adanya ‘arsy Allah, kejadian alam dalam 6 fase, adanya golongan-golongan manusia dihari kiamat.
Hukum-hukum : agama membolehkan menikmati yang baik-baik dan memakai perhiasan asal tidak memakai berlebihan, tidak boleh berlaku sombong, tidak boleh mendo’a atau mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin menurut sunnah Allah.
Kisah-kisah : kisah nabi Hud, Nuh, Sholeh, Ibrahim, Suaib, Lut, dan Musa beserta kaum-kaumnya.

Surat hud ayat 105-106
يَوْمَ يَأْتِ لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ فَأَمَّا الَّذِينَ شَقُواْ فَفِي النَّارِ لَهُمْ فِيهَا زَفِيرٌ وَشَهِيقَ
Artinya :
“Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan izin-Nya; maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang yang celaka, maka (tempatnya) di dalam neraka, di dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas yang sulit. “

Asbabun nuzul :
Diriwayatkan bahwa ketika turunnya ayat ini ada yang bertanya kepada Nabi SAW “apakah tidak sewajarnya kita berpangku tangan menanti ketetapan Allah?” Nabi SAW menjawab “berusahalah karena semua akan dipermudah menuju apa yang ia tercipta untuknya” (H.R. Bukhari melalui Imran Ibn al-Husain dan at-Tirmidzi melalui Umar Ibn al-Khatab).

Penjelasan ayat :
Hari kiamat memang belum datang, tetapi di kala datang hari itu, yakni hari datangya saat kiamat itu, tiadak ada seorangpun, baik yang taat apalagi yang durhaka, yang boleh berbicara, melainkan izinnya. Maka diantara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia. Adapun orang-orang celaka, maka tempat mereka di dalam neraka. Bagi mereka didalamnya embusan nafas yang sulit, yakni rintihan yang terdengar sangat mengenaskan.
Firmannya : لاَ تَكَلَّمُ نَفْسٌ “tiada seorangpun yang berbicara” tidak harus dipertentangkan dengan ayat-ayat yang menginformasikan bahwa kelak dihari akhir kemudian akan ada pembicaraan. Misalnya يَوْمَ تَأْتِي كُلُّ نَفْسٍ تُجَادِلُ عَن نَّفْسِهَا “(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri.” Karena hari kiamat memiliki saat-saat yang panjang, bisa saja disatu saat mereka tidak berbicara dan disaat lain mereka berbiacara. Demikian jawaban beberapa ulama’. Agaknya, karena itu kata hari disini tidak harus dipahami dalam arti sepanjang masa, tetapi dalam arti saaat. Disisi lain, dapat juga dikatakan bahwa walaupun seandainya sepnjang hari itu ada yang berbicara, pmbicaraaannya diizinkan oleh Allah. Bukankah ayat ini tidak menyatakan bahwa , sama sekali tidak ada yang berbicara, tetapi menyatakan tidak ada yang berbicara kecuali seizin-Nya. Ada lagi yang berpendapat bahwa pembicaraan yang diizinnkan yang dimaksud oleh ayat ini adalah pembicaraan yang baik sesuai dengan tuntutan agama. Atau mereka tidak berbicara yang dapat memeri manfaat keculi yang diizinkan oleh Allah.

Thabathaba’i berpendapat bahwa pengecualian diatas bukan tertuju kepada pembicara, tetapi kepada pembicaraan. Kata (ب) “dengan” pada kalimat إِلاَّ بِإِذْنِهِ “kecuali dengan izinNya” menurutnya berati disertai sehingga ayat ini berarti : tidak seorangpun yang menyampaikan suatu pembicaraan kecuali pembicaraan yang disertai dengan izinNya, bukan seperti didunia ini setiap orang dapat berbicara sesuka hatinya, baik Allah mengizinkannya dari segi izin agama ataupun tidak. Setelah mengemukakan pendapat thabathaba’i kemudian membuktikan melalui pemahamannya melalui ayat-ayat al-qur’an, bahwa dihari kiamat nanti situasi dan kondisi sepenuhnya berbeda dengan keadaan duniawi. Dihari kiamat nanti segala sesuatu tampak dengan jelas, sebab-sebab yang tadinya diduga orang memiliki kemandirian dalam terciptanya sesuatu dikehidupan dunia ini, atau dalam memberi dampak bagi sesuatu, ketika itu semuanya tidak berarti dan gugur, karena pemiik dan penguasa tunggal ketika itu dengan sangat jelasnya adalah Allah SWT, dan semua hanya kembali kepadaNya.
Segala sesuatu terungkap dengan jelas dihari kemudian, tidak ada rahasia. Pembiacaan yang kita lakukan didunia ini adalah ungkapan isi hati kita yang ingin kita ungkapkan. Seandainya kita memiliki potensi untuk memahami apa yang akan diungkapkan orang lain tanpa kata-kata, seperti potensi mata itu untuk melihat cahaya dan warna atau alat meraba untuk merasakan panas dan dingin, halus dan kasar, maka kita tidak perlu menciptakan bahasa dan tidak perlu ada ucapan atau apa yang kita namai dengan kata dan kalimat. Seandainya kehidupan semua jelas dan nyata, tentu saja kita tidak membutuhkan pembicaraan, tidak juga pengucapan.
Dari pendapat thabathaba’i para ulama’ berpendapat bahwa pembiacaraan dihari kemudian bukan seperti halnya pembicaraan didunia, dimana seseorang mengungkapkan secara bebas dan suka rela isi hati yang ingin disampaikannya dan dengan bebas dapat berkata benara atau berakata bohong. Kebebasan itu dihari kemudian tidak akan ada lagi.

فَمِنْهُمْ شَقِيٌّ وَسَعِيدٌ “di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia” (شَقِيٌّ) adalah seseorang yang sedang bergelimang dalam kecelakaan dan kesengsaraan serta keburukan yang benar-benar tidak nyaman bagi yang bersangkutan, sedang ( سَعِيدٌ)  adalah sebaliknya.
Sementara ulama’ menyatakan bahwa penggalan ayat ini menginformasikan bahwa Allah SWT telah menetapkan siapa yang akan masuk surga neraka, dan siapun yang telah ditetapkannya demikian dia tidak dapat mengelak. Ayat ini hanya menyatakan kelak akan ada dua kelompok ada yang berbahagia dan ada pula yang celaka. Dan ini adalah suatu hakikat yang tidak dapat diingkari.
Sekali lagi ayat ini tidak dapat dipahami bahwa Allah telah menetapkan kecelakaan atau kebahagiaan seseorang sejak semula sehingga dia tidak dapat mengelak. Ayat ini hanya menjelaskan bahwa kelak dihari kemudian ada yang celaka dan ada juga yang berbahagia. Konteks ayat-ayat ini yang mengajak kepada iman dan amal sholeh serta keniscayaan hari kemudian menunjukkan bahwa kecelakaan atau kebahagiaan bukan sesuatu yang telah dipastikan bagi yang bersangkuta. Ia hanya mengisyaratkan bahwa masing-masing mempunyai potensi untuk dia kembangkan menuju apa yang dipilihnya. Masing-masing dapat memperoleh kemudahan menuju pilihannya baik kecelakaan maupun kebahagiaan.
Kata (زَفِيرٌ ) bermakna hembusan pengaluaran nafas dengan mendoronganya secara keras disebabkan sesaknya dada dan sulitnya bernafas. Sementara ulama’ berpendapat bahawa kata ini terambil dari kata az-zfr yang berati beben berat dipunggung. Sedangkan kata (شَهِيقٌ) adalah lawanya yaitu upaya bernafas dengan keras untuk memasukkan udara didalam dada. Ini terambil dari kata yang bermakna tinggi. Menarik dan menghembuskan nafas seperti yang dikemukakan diatas boleh jadi karena merintih kesakitan atau kesedihan yang mendalam, keduanya tempat untuk penghuni neraka.

Surat hud ayat 107 :
خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ إِنَّ رَبَّكَ فَعَّالٌ لِّمَا يُرِيدُ
Artinya :
“Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi , kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.”

Penjelasan ayat :
Yang celakakan berada dineraka. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi , kecuali jika Tuhanmu menghendaki, yakni kecuali jika tuhanmu menghendaki yang lain. Sesungguhnya tuhanmu maha pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki. Tidak satupun yang dapat mengahalangiNya.
Kata (خَالِدِينَ) “mereka kekal” dipahami disini dalam arti kesinambungan keadaan dan kebenarannya dalam keadaan tidak disentuh oleh perubahan atau kerusakan. Kata ini pada mulanya digunakan untuk sesuatu yang dapat bertahan lama, walaupun tidak sepanjang masa.

Kata (مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ) dibasah maknanya oleh ulama’. Dari segi redaksional ia mengandung semacam syarat, yakni kekalan yang dimaksud akan berlanjut selama ada langit dan bumi. Tetap,i persoalan muncul karena adanya ayat-ayat al-qur’an yang secara tegas menyatakan bahwa langit dan bumi akan punah, misalnya مَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَجَلٍ مُّسَمًّى   “Kami tiada menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya melainkan dengan (tujuan) yang benar dan dalam waktu yang ditentukan.”(Q.S.al-Ahqaf :3) Dan juga فَكَانَتْ هَبَاء مُّنبَثّاً وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسّاً إِذَا رُجَّتِ الْأَرْضُ رَجّاً “apabila bumi digoncangkan sedahsyat-dahsyatnya, dan gunung-gunung dihancur luluhkan seluluh-luluhnya, maka jadilah ia debu yang beterbangan. “ Thabathaba’i memahaminya bahwa yang punah adalah langit yang ada didunia ini, bukan langit dan bumi yang ada diakhirat nanti. Langit yang ada didunia ini akan digantikan dengan ada diakhirat nanti.

Kata إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ  “ kecuali apa yang dikehendaki tuhanmu” ada ulama’ yang memahaminya sebagai pengecualian dari waktu yang diiayaratkan oleh kalimat (مَا دَامَتِ) “selama” dengan alasan bahwa (مَا) “apa” digunakan oleh penggalan إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ, menunujukan kepada sesuatau yang berakal, dalam hal ini adalah selama masa itu. Ada juga yang memahaminya sebagai pengecualian dari mereka yang kekal. Kata (مَا) menurut paham ini tidak selalu dipahami dalam arti yang tidak berakal.
Penggalan ayat ini mengisyaratkan kemungkinan adanya penghuni neraka yang tidak kekal selama-lamanya. Mereka adalah yang memperoleh syafaat atau setelah dibersihkan dari dosa-dosanya didalam neraka serta dianugerahi Allah pengampunan sehingga dipindahkan kesurga.

Kata ( فَعَّالٌ)  “maha pelaksana” hanya ditemukan dua kaliamat dalam al-qur’an, pada ayat ini dan ayat 16 surat al-Buruj. Keduanya dikemukakan dalam konteks ancaman. Dia maha pelaksana terhadap ancaman-ancaman-Nya.

Surat hud ayat 108 :
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُواْ فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ إِلاَّ مَا شَاء رَبُّكَ عَطَاء غَيْرَ مَجْذُوذٍ

Artinya :
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Penjelasan ayat :
Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki, yakni kecualijika tuhan menghendaki yang lain, sebagai karunia yang tiada putus-putusnya. Penegecualian pada ayat yang berbicara tentang pengahuni surge ini juganmenjadi bahasan panjang ulama’, karena jika pengecualian tersebut dipahami sebagaimana apa adanya, ini memberi kesan bahwa ada orang-orang yang masuk surga yang tidak kekal didalamnya. Pemahaman semacam ini bertentangan dengan sekian banyak teks keagamaan sehingga mengantar para ulama untuk sepakat menyatakan, “siapa yang telah masuk surge, ia tidak akan keluar lagi.”
Tidak kurang dari tiga belas pendapat ulama’ tentang makna kata (إِلاَّ) “pengecualian” ayat ini. Sementara ulama memahami ayat ini dalam arti orang-orang yan diberi kebahagiaan oleh Allah akan masuk surge dan kekal didalamnya, sejak awal selesainya perhitungan sampai waktu yang tidak terbatas. Kecuali orang-orang yang dikehendaki oleh Allah untuk ditunda waktunya masuk surge, yaitu orang-orang mukmin yang banyak berbuat maksiat. Dengan kata lain, penganut pendapat ini menyatakan bahwa yang dikecualikan disini adalah mereka yang tidak kekal dineraka yang ditunjuk oleh pengecualian ayat yang berbicara tentang penghuni neraka.
Ada lagi yang memahami kata إِلاَّ yang diatas diterjemahkan dengan kecuali dalam arti dan. Dengan demikian, penggalan ayat tersebut menyatakan “mereka akan kekal didalamnya selama ada langit dan bumi dan lebih dari itu sepanjang kelebihan yang dikehendaki Allah.”
Hemat penulis, pendapat yang terbaik adalah yang memahami pengecualian pada ayat ini sebagai berfungsi menunjukan kuasa Allah yang mutlak. Memang Allah telah menetapkan atas diri-Nya mengekalkan di dalam surge siapa yang taat kepada-Nya. Ketetapan itu tidak akan berubah. Namun, jika Dia hendak mengubahnya, itupun dalam wewenang-Nya karena tidak ada yang wajib atas Allah, tidak ada juga yang dapat memaksa-Nya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Munasabah :
Ayat-ayat yang lalu menerangkan tentang pelajaran yang diambil dari kehancuran umat yang banyak berbuat aniaya di dunia ini. Ayat-ayat berikut ini menerangkan balasan di akhirat: bagi orang-orang yang celaka akan dimasukkan ke dalam neraka, sedang orang-orang yang berbahagia akan bersenang-senang di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan.[4]

Analisis :
Dijelaskan bahwa pada hari kiamat tidak ada satupun yang dapat berbicara kecuali seatas izin Allah swt. Diantara mereka ada yang mendapatkan celaka ada pula yang berbahagia. Itu semua semata-mata hanya karena ridha Allah, memberikan ganjaran baik kepada orang-orang yang beramal baik dan meyakini ayat-ayat Allah, dan akan mendapat siksa orang-orang yang mendustakan Allah.

SURAT AL-AHZAB AYAT 63
Muqaddimah :
Surat Al Ahzab terdiri dari 73 ayat termasuk golongan surat madaniyyah di turunkan sesudah surat ali-imran. Dinamai surta al-ahzab “golongan-golongan yang bersekutu” karena dalam surat ini terdapat beberapa ayat yaitu ayat 9-27 yang berhubungan dengan peperangan (al-ahzab) yaitu peperangan yang dilancarakan oleh orang-orang yahudi kaum munafik dan orang-orag musyik terhadap orang-orang mukmin dimadinah. Mereka telah mengepung rapat oarng-orang mukmin sehingga sebagian dari mereka telah berputus asa dan menyangka bahwa mereka akan dihancurkan oleh musuh-musuh mereka.  Pokok-pokok isinya mencakup tentang kisah-kisah hari akhir, perang, hokum keimanan, dan lain-lain.
Surat Al Ahzab ayat 63 :
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً
Artinya :
Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit. Katakanlah: "Sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya di sisi Allah". Dan tahukah kamu (hai Muhammad), boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.
Asbabun nuzul :
Banyak orang yang bertanya  kepada Nabi tentang waktu kedatangan kiamat. Yang terbnyak bertanya adalah kaum musyrikin yang ragu dan dengan pertanyaan yang mengandung ejekan serta penolakan keniscayaannya memang ada juga diantara kaum mukminin bertanya tentang masa kedatanganya, tetapi bukan karena tidak percaya. Diriwayatkan bahwa ada seorang yang bertanya kepada Nabi Muhammad “kapankah datangnya kiamat?” Nabi balik bertanya “apakah yang engakau persiapkan untuknya?” Dia menjawab “Demi Allah, wahai Rasul aku tidak mempersiapkan untuknya banyak shalat dan tidak juga (banyak) puasa. Tetapi, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya” maka, Nabi bersabda “engkau akan bersama siapa yang engkau cintai”. (H.R. Bukhari dan Muslim melalui Anas).  
Penjelasan kata:
يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ  yakni orang-orang yahudi Madinah bertanya kepadamu tentang hari berbangkit sebagaimana yang ditanyakan oleh penduduk mekkah. Orang-orang yahudi bertanya kepadanya hanya untuk menguji beliau, sedangkan kaum musyrik mekkah bertanya untuk mengingkari dan meminta disegerakan datangnya hari itu.
قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِندَ اللَّهِ   yakni jawablah wahai Muhammad tentang apa yang mereka pertanyakan, “bahawa pengetahuan tentang terjadinya hari berbangkit hanya Allah-lah yang lebih mengetahui.”.
وَمَا يُدْرِيكَ   yakni tidak ada yang memberitahukan kepadamu wahai rasul, karena pengetahuan tentang itu hanya ada disisi Allah.
لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيباً   yakni kamu tidak menyadari bahwa hari berbangkit telah mendekat.
Penjelasan ayat :
Firman Allah SWT, “Manusia bertanya kepadamu tentang hari berbangkit” yakni mereka (kaum musyrik quraisy mekkah dan yahudi Madinah) bertanya kepada Muhammad tentang kapan datangnya hari kiamat atau hari berbangkit. Orang-orang musyrik bertanya tentang hal itu karena anggapan mereka bahwa itu tidak mungkin. Jadi pertanyaan mereka adalah pertanyaan dengan maksud mengolok-olok. Sedangkan orang-orang yahudi bertanya kepada rasulullah hanya untuk menguji beliau saja. Lalu Allah memerintahkan beliau untuk menjawab tentang apa yang mereka tanyakan, yaitu bahwa sesungguhnya pengetahuan tentang hari berbangkit itu hanya ada disisi Allah. Maksudnya hanya Allah yang mengetahui. Bahkan para malaikat yang terdekat dengan-Nya pun tidak mengetahui, begitupun juga dengan para nabi dan rasul. Apalagi orang-orang selain mereka, maka mereka lebih tidak mengetahui lagi tentang kapan terjadinya hari kiamat dan hari berbangkit itu.
Firman Allah SWT, “Dan tahukah kamu (hai Muhammad)” maksudnya , tidak ada seorangpun yang bias memeritahukan padamu wahai rasul, “boleh jadi hari berbangkit itu sudah dekat waktunya.” Maksudnya, siapa yang memberitahukan kepadamu wahai rasul kami? Bias jadi hari kiamat itu telah semakin dekat. Ya hari kiamat semakin dekat. Allah SWT berfirman “telah dekat kepada manusia hari perhitungan mereka” Allah memberitahukan tentang semakin dekatnya kejadian hari kiamat, dan Dia tidak mengabarkan kapankah waktunya.
Munasabah :
Pada ayat-ayat yang lalu, Allah mengemukakan tiga golongan yang menentang Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin, dan bahwa mereka itu dikutuk dan dikejar-kejar untuk dibunuh di mana saja mereka dijumpai sesuai dengan perintah Allah. Pada ayat-ayat berikut ini, Allah menerangkan tentang hari kiamat, keadaan mereka kelak di akhirat, dan tingkah lakunya ketika menghadapi siksaan Allah.[5]
Analisis :
Pada ayat ini dijelaskan bahwa datangnya hari kiamat itu adalah sangat dekat. Tiada yang tahu kapan pastinya hari kiamat itu datang. Dan siapapun yang mengingkari firman Allah ini merupakan kaum kafir yang dimana mereka akan di tempatkan di neraka yang pedih.
SURAT AL-‘ARAF AYAT 147
Muqaddimah :
Surat Al A’raaf yang berjumlah 206 termasuk golongan surat makkiyyah,di turunkan sebelum turunnya surat al-an’am dan termasuk golongan surat ”Asshabuththiwaal”(tujuh surat yang panjang). Dinamakan al-‘araf karena perkataan al-‘araf yang mengemukakan tentang keadaan orang-orang yang berada diatas, al-‘araf yaitu tempat yang tertinggi diatas, surga dan neraka. Pokok-pokok isinya tentang keimanan, hari akhir, hukum-hukum, kisah-kisah, dan lain-lain.
Surat Al A’raaf ayat 147 :
وَالَّذِينَ كَذَّبُواْ بِآيَاتِنَا وَلِقَاء الآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلاَّ مَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Artinya :
Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.
Penjelasan kata :
حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ  yakni amal mereka rusak, mereka tidak bias mengambil manfat dari amal itu, sebaba semuanya adalah amalan seorang yang musyrik, sedangakn syirik dapat menggugurkan amal.
Isi kandungan ayat :
Firman Allah pada ayat 147 “Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka” sebagai penekanan. Yaitu kerugian bagi orang-orang yang telah dipalingkan dari ayat-ayat Allah SWT bahwa amal perbuatan mereka taidak berdasarkan keadilan dan kebenaran, namun berdasarkan atas kedhaliman dan kebathilan. Oleh sebab itu, disatu sisi amal perbuatan itu bathil taidak mendatangkan kebaikan bagi mereka, disisi lain lagi amal tersebut adalah amalan yang buruk dan akan mendapatkan balasannya diakhirata yaitu azab Jahannam. Makannya Allah SWT berfirman “Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” Yakni mereka tidak mendapatakan selain amal perbuatan jelek yang mereka lakukan, diantara keadilan Allah, orang yang beramal buruk tidak akan mendapatkan balasan melainkan balasan yang setimpal dan mereka tidak didhaliml.
Munasabah :
Pada ayat-ayat lalu diterangkan hal-ihwal Fir’aun dan tentaranya yang telah punah dan tenggelam ke dasar laut Qulzum (laut merah), karena ketakaburan, keangkuhan, kezaliman, dan sikap mereka yang mendustakan kenabian Musa beserta risalah yang dibawanya. Pada ayat ini dijelaskan bahwa orang yang sombong dan mendustakan kekuasaan Allah dan adanya akhirat, mereka akan menerima balasan sesuai dengan perbuatannya.[6]
Analisis :
Dari tafsir ayat tersebut diketahui bahwa Allah Maha Kuasa. Sunatullah akan berlaku bagi siapapun yang takabur, dan menyombongkan diri. Sifat-sifat tersebut dapat ditandai dengan tidaknya beriman pada pertemuan Allah di hari pembalasan nanti, merendahkan martabat orang lain serta menyombongkan diri karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah. Maka sia-sia pula amal baik yang telah dikerjakan orang-orang tersebut jika tidak mengimani ayat-ayat Allah.

C.     HIKMAH MEMPERCAYAI HARI AKHIR
Keyakinan kepada hari akhir memberikan beberapa hikmah kepada orang yang mengimaninya, yaitu sebagai berikut :
1.      Menambah iman dan takwa kepada Allah
2.      Selalu berhati-hati dalam melakukan setiap tindakan
3.      Selalu meminta ampunan kepada Allah SWT
4.      Selalu menghiasi diri dengan berdzikir (meningkatkan ketaqwaan) dan beramal shaleh.
5.      Menghindari perbuatan yang sia-sia (menimbulkan dosa)
6.      Meningkatkan kepedulian terhadap sesama, serta terhadap lingkungan
7.      Mendalami agama islam lebih daripada sebelumnya.





BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dengan memahami kajian teori di atas, tentunya kita semakin mengetahui bahwa kehidupan di dunia ini hanya bersifat sementara. Manusia lahir lalu bertumbuh-kembang, dan akhirnya meninggal dunia. Begitu juga dengan hewan dan tumbuhan. Dari pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehidupan yang kekal hanya di akhirat kelak. Disana tidak ada lagi kematian. Orang-orang beriman dan beramal saleh akan hidup selamanya di surga. Sebaliknya, orang-orang kafir dan beramal buruk akan hidup di neraka untuk selamanya.

DAFTAR PUSTAKA
Shihab, Quraish. Wawasan Al-Qur’an. Bandung : Mizan, 2009. cet. 2.
Shihab, Quraish. dkk, Ensiklopedia AL-Qur’an. Jakarta :Lentera Hati. cet. 1.
Al-Hafidz, Ahsin W. Kamus Ilmu Al-Qur’an. Jakarta : Amzah, 2008.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi, 2010. Jilid IV.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan). Jakarta: Lentera Abadi, 2010. Jilid III.
Kementrian agama. Al-qur’an dan terjemahnya. 1971. Jakarta. Yayasan penyelenggara penerjemah atau pentafsir al-qur’an.
Shihab, Quraish. Tafsir al-misbah. Jakarta : Lentera Hati. 2002.







[1] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung : Mizan, 2009), cet. 2, hlm. 107 – 108.
[2] M. Quraish Shihab;dkk, Ensiklopedia AL-Qur’an, (Jakarta :Lentera Hati), cet. 1, hlm. 760.
[3] Ahsin W. Al-Hafidz,Kamus Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta : Amzah, 2008), hlm. 241.
[4] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid IV, hlm. 47.
[5] Departemen Agama RI, Op. Cit,Jilid VIII, hlm. 44.
[6] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirnya (edisi yang disempurnakan), (Jakarta: Lentera Abadi, 2010), Jilid III, hlm. 479.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar